TOTAL DANA AGUSTUS 2023 - JULI 2024

$250,000

Institutional Support

TOTAL DANA OKTOBER 2024 - SEPTEMBER 2029

$5,000,000

General Support

TOTAL DUKUNGAN DANA $800,000

Agustus 2023 - September 2024 ( $300,000 )
Februari 2025 - Juli 2026 ( $500,000 )

Pendanaan Langsung ( Re-Granting )

TOTAL DUKUNGAN DANA 2023 - 2025

$550,000

Re-Granting - General Support

TOTAL DANA 2024 - 2026

$2,500,000

Re-Granting - Core Support - Endowment

Melestarikan Tradisi, Meningkatkan Literasi: Perempuan Adat Tilung Indung

PEREMPUAN AMAN PHD TILUNG INDUNG merupakan Organisasi Sayap Persekutuan Perempuan Adat Nusantara Aliansi Masyarakat Adat Nusantara berbentuk Pengurus Harian Daerah bernama Tilung Indung yang berarti “rumah Ibu”. Terbentuk atas dasar keinginan dari Perempuan Adat di Hulu Sungai Tengah memiliki wadah untuk dapat menyampaikan pendapat, aspirasi, dan aktif dalam perjuangan hak-hak Masyarakat Adat di Kalimantan Selatan. Beranggotakan 31 Perempuan Adat yang berasal dari komunitas Balai Batu Kambar, Balai Juhu, Balai Buhul, Balai Sumbai, Balai Paninggalan Datu Nini, Balai Kiyo, Balai Datar Batung, Balai Manta, Balai Linau, dan Balai Payatnya Mula Ada. Sebelum membentuk PHD Tilung Indung, anggota PHD Tilung Indung sudah aktif dalam perjuangan Masyarakat Adat di Hulu Sungai Tengah, baik dalam mendorong berbagai kebijakan, menuntut komitmen Pemerintah Daerah, aktif dalam perencanaan pembangunan di tingkat desa, dan kelembagaan adat di masing-masing komunitas. 

Setelah terbentuknya PHD Tilung Indung, Perempuan Adat ini memiliki wadah tersendiri untuk bersama memperjuangkan hak-hak Masyarakat Adat terutama hak-hak perempuan, menjaga kelestarian alam sebagai sumber kehidupan, dan menjaga pengetahuan tradisional sebagai warisan leluhur untuk diwariskan kepada generasi penerus. Komunitas Masyarakat Adat kami berada di Pegunungan Meratus, dengan keterbatasan infrastruktur baik akses jalan, pelayanan, dan ketersediaan jaringan. Berladang dan berkebun merupakan aktivitas utama yang dilakukan oleh Perempuan Adat khususnya di komunitas Desa Hinas Kiri dan Pegunungan Meratus pada umumnya. 

Masyarakat Adat di komunitas kami masih menghadapi kendala dalam mengelola hasil hutan, kebun, maupun hasil pertanian yang ada di wilayah adat kami. Sehingga hasil dari wilayah adat tidak maksimal dapat dinikmati oleh masyarakat. Tengkulak masih menjadi tantangan yang kami hadapi, membeli hasil hutan dan kebun dengan harga yang jauh lebih rendah dari harga pasar.

Tuntutan kebutuhan yang semakin meningkat dengan akses yang serba terbatas maka Perempuan Adat harus kreatif untuk mengelola hasil kebun dan pertanian agar dapat memenuhi kebutuhan pangan keluarga maupun dijual mandiri melalui kelompok. Dengan berkebun dan memanfaatkan hasil hutan merupakan tradisi turun temurun yang dilakukan oleh Perempuan Adat di Meratus. Hal ini harus tetap dijaga karena hutan merupakan sumber kehidupan, jika hutan dirusak maka sumber kehidupan akan terancam.

Tantangan lain, khususnya yang dihadapi oleh Perempuan Adat di Desa Hinas Kiri memiliki akses yang sangat terbatas terhadap pendidikan. Hal ini dikarenakan faktor biaya dan kewajiban perempuan untuk mengurus rumah tangga. Fasilitas yang disediakan oleh lembaga pendidikan baik pemerintah maupun swasta masih belum menyentuh dan tidak menjadi prioritas bagi perempuan. Selain faktor tersebut masih ada rasa minder bagi Perempuan Adat terutama yang sudah berumah tangga untuk mendapatkan akses pendidikan, pun seperti sekolah paket dari pemerintah. Namun Perempuan Adat mengungkapkan bahwa memang memiliki keinginan untuk bisa mengenal huruf. Membaca adalah jendela ilmu dan pengetahuan, hal ini dirasakan Perempuan Adat cukup penting untuk mengetahui berbagai informasi tentang lingkungan hidup dan wilayah adatnya. Tidak lagi hanya sekedar mendengar, tetapi bisa membaca suatu informasi tersebut disampaikan. Tentang perampasan tanah, diskriminasi terhadap perempuan maupun Masyarakat Adat, kebijakan di wilayah Masyarakat Adat, dan Perempuan Adat tidak lagi malu jika menghadiri pertemuan di tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten karena sudah bisa menuliskan nama sendiri dalam mengisi daftar hadir dan sebagainya. Melihat antusias Perempuan Adat untuk bisa baca tulis maka PHD Tilung indung mengusulkan program tersebut. Kami sangat berterimakasih kepada Yayasan Solidaritas Dana Nusantara melalui program Nusantara Fund ini telah menghasilkan perubahan bahwa tidak ada batasan untuk pendidikan baik dari segi usia maupun jenis kelamin.

Adanya program ini dapat menunjukkan pada perempuan adat lain dan anak muda untuk mempertahankan tradisi berkebun dan pentingnya pendidikan. Hasil dari program ini diharapkan menjadi dukungan bagi perempuan adat sebagai upaya untuk meningkatkan perekonomian namun masih menjaga tanah adatnya dari berbagai ancaman.

Scroll to Top