
Kelompok Tani Argapura Desa Karang Bayan
Program
Pemetaan Wilayah Kelola Rakyat, Pendaftaran Izin Kelola Kawasan Hutan dalam Skema Hutan Kemasyarakatan serta Penguatan Organisasi Kelompok Tani dengan Membangun Pusat Pendidikan/Pelatihan
Organisasi Pendamping
Lokasi
Pendanaan Langsung
Periode
Mulai
Berakhir
Target
Status
Bagikan ke :
Kelestarian Ekologi dan Kesejahteraan Petani: Pemetaan Wilayah Kelola dan Agroforestri oleh Gapoktan Argapura
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Argapura adalah komunitas petani yang berlokasi di Desa Karang Bayan, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat. Gapoktan Argapura ini terdiri dari beberapa kelompok tani yang fokus pada pengelolaan kawasan hutan berbasis perhutanan sosial. Sebagian besar anggota komunitas ini mengandalkan hasil hutan bukan kayu sebagai sumber mata pencaharian utama, seperti durian, kopi, alpukat, dan coklat.
Dalam beberapa tahun terakhir, kelompok ini semakin aktif dalam memperjuangkan hak kelola lahan hutan yang digarap melalui skema perhutanan sosial berupa Hutan Kemasyarakatan. Gapoktan Argapura telah didampingi oleh Walhi NTB sejak tahun 2021 sampai saat ini. Pada September 2023 Sebanyak 430 kepala keluarga (termasuk anggota Gapoktan Argapura) Desa Karang Bayan (NTB), telah mengajukan izin pengelolaan kawasan hutan di wilayah Resort Jangkok Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Rinjani Barat.
Sebagai bagian dari upaya mendorong pengajuan tersebut, Gapoktan Argapura dengan dukungan Pendanaan Langsung Nusantara Fund menginisiasi program pemetaan wilayah kelola rakyat, pendataan subjek dan objek izin kelola kawasan hutan, dan audiensi ke pemangku kebijakan. Rangkaian kegiatan tak hanya mendorong upaya hak legal kelola yang sudah diajukan tetapi juga untuk memperkuat Gapoktan Argapura dalam upaya pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Dalam prosesnya, Gapoktan Argapura didampingi oleh WALHI NTB dan pemerintah setempat, seperti Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) serta Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Rinjani Barat.
Kegiatan ini diawali dengan pemetaan wilayah seluas 174 hektar yang dikelola secara kolektif oleh 274 kepala keluarga. Setiap lahan garapan dipetakan secara rinci untuk mendokumentasikan potensi ekonomi yang ada, seperti durian, kopi, alpukat, dan coklat. Peta persil dan data potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) diajukan sebagai untuk memenuhi syarat kelengkapan terbitnya izin IUP HKm yang diajukan sejak September 2023 dan menjadi dasar untuk penyusunan rencana tata kelola dan model produksi kolektif Gapoktan Argapura. Hasilnya, Gapoktan berhasil memperoleh persetujuan pengelolaan hutan kemasyarakatan seluas 187 hektar izin IUP HKm, lebih besar 13 hektar dari rencana awal.
Tak berhenti, Gapoktan Argapura lanjut ke upaya rehabilitasi dan restorasi ekologi dengan menanam tambahan 1.740 bibit alpukat. Penanaman bibit ini merupakan metode agroforestri, yakni sebuah metode pengelolaan lahan yang menggabungkan penanaman pohon atau tanaman berkayu dengan pertanian tanaman lain atau peternakan. Pengelolaan berbasis agroforestri tidak hanya meningkatkan kesejahteraan ekonomi komunitas tetapi juga berfungsi sebagai upaya konservasi hutan dalam jangka panjang. Karena memadukan tanaman berkayu dan tanaman pertanian dalam satu lahan dapat mendukung keseimbangan ekologis, meningkatkan keanekaragaman hayati, serta menciptakan sistem pengelolaan lahan yang lebih berkelanjutan.
Program ini tidak hanya berdampak langsung pada 274 kepala keluarga anggota Gapoktan Argapura yang mengelola lahan, tetapi juga memberikan manfaat bagi 1.124 anggota keluarganya . Dengan adanya pemetaan yang rinci berikut data potensi dan izin pengelolaan yang resmi, Gapoktan Argapura kini memiliki landasan yang lebih kuat untuk melanjutkan usaha kolektif di bidang agroforestri. Melalui pemetaan rinci, Gapoktan Argapura dapat memahami distribusi lahan, potensi sumber daya, dan kondisi ekosistem secara lebih jelas, sehingga memungkinkan untuk menerapkan strategi pengelolaan kolektif yang tepat dan berkelanjutan. Pendanaan langsung tersebut juga membantu Gapoktan untuk memperkuat struktur organisasi dan melakukan advokasi yang lebih efektif dalam memperjuangkan hak wilayah kelolanya.