TOTAL DANA AGUSTUS 2023 - JULI 2024

$250,000

Institutional Support

TOTAL DANA OKTOBER 2024 - SEPTEMBER 2029

$5,000,000

General Support

TOTAL DANA 2023 - 2024

$300,000

Re-Granting

TOTAL DANA 2023 - 2025

$500,000

Re-Granting - General Support

TOTAL DANA 2024 - 2026

$2,500,000

Re-Granting - Core Support - Endowment

PROGRAM

Kelompok Masyarakat Adat dan Tempatan Rempang Bersatu

 

ORGANISASI PENDAMPING :
AMAN, KPA, WALHI
LOKASI :
Galang, Kepulauan Riau
PENDANAAN LANGSUNG
Rp300,000,000
PERIODE :
  • Mulai :
    01/02/2024
  • Berakhir :
    01/07/2024
TARGET :
Pemetaan Wilayah Adat, Wilayah Kelola Rakyat, dan Lokasi Prioritas Reforma Agraria
AKTIVITAS KUNCI :
STATUS :
Selesai
JUDUL PROGRAM :
Advokasi Legalitas Masyarakat Melayu Tua dan Masyarakat Tempatan di Pulau Rempang yang Berhadapan dengan Proyek Strategis Nasional

Kelompok Masyarakat Adat dan Tempatan Rempang Bersatu (MATRA Rempang) adalah komunitas yang didirikan untuk memperjuangkan hak-hak Masyarakat Adat Melayu Tua dan Masyarakat Tempatan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau. Di tengah ancaman besar pembangunan kawasan industri dan pariwisata, komunitas berpotensi tergusur dari tanah warisan leluhur yang sudah ditempati sejak 1834. Dengan tujuan utama mempertahankan kedaulatan atas wilayah adatnya, MATRA Rempang aktif melakukan advokasi untuk melindungi hak masyarakat melalui penguatan kapasitas dan kesadaran hukum. Upaya ini diperkuat dengan dukungan Pendanaan Langsung Nusantara Fund, MATRA Rempang melakukan pemetaan partisipatif sebagai langkah dalam mengamankan tanah adat serta meluncurkan program rehabilitasi ekologi berbasis pertanian alami untuk mempertahankan keberlanjutan ekosistem Pulau Rempang.

Dalam kegiatan pelatihan pemetaan partisipatif dimulai dengan peserta dilatih kenal dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) agar mampu melakukan pemetaan wilayah adat secara mandiri. Pelatihan tersebut melibatkan komunitas dari lima kampung tua di Rempang, yakni Kampung Sembulang Pasir Merah, Sembulang Hulu, Kampung Pasir Panjang, Sembulang Camping, dan Kampung Blongkeng, serta Sungai Buluh. Setelah peserta beradaptasi dengan pemetaan berbasis SIG, proses pemetaan di kelima kampung tersebut dimulai. Luas total wilayah adat yang berhasil dipetakan mencapai 3.245 hektar, yang kemudian dijadikan dasar dalam memperjuangkan pengakuan hak atas wilayah adat di tengah ancaman proyek yang kian hari kian mendesak. Proses pemetaan partisipatif ini juga bertujuan membantu masyarakat memahami batas-batas wilayah adatnya, yang akan menjadi acuan dalam upaya advokasi dan pengakuan hak.

Kegiatan MATRA Rempang kemudian lanjut ke pokok prioritas dalam upaya memperoleh pengakuan dan mempertahankan wilayah adat. Kelompok MATRA Rempang mengusulkan pengakuan legal atas lahan seluas 1.354,66 hektar dari dua kampung—Kampung Pasir Panjang dan Kampung Sembulang Hulu. Pengajuan ini merupakan bagian dari langkah pencegahan terhadap upaya pencaplokan lahan dalam proses pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN). Pendampingan dan dukungan yang diterima masyarakat dari berbagai pihak memungkinkannya menggunakan hasil pemetaan sebagai bukti keberadaan dan hak masyarakat atas wilayah tersebut.

MATRA Rempang juga memiliki inisiatif merehabilitasi ekologi yang bertujuan mendukung kualitas lingkungan serta bermanfaat secara ekonomi bagi masyarakat. Pada program ini, metode pertanian alami dengan sistem tumpang sari diterapkan di lahan seluas 4 hektar yang terletak di Kampung Sembulang Hulu dan Kampung Pasir Panjang. Tanaman seperti kemangi, kangkung, cabai, dan pisang ditanam di area tersebut dengan metode yang meminimalisir penggunaan bahan kimia dan herbisida. Lahan organik lokal jadi andalan pengganti pupuk sintetis. Sistem tumpang sari dapat mengoptimalkan pemanfaatan lahan, meningkatkan produktivitas lahan, mengurangi risiko gagal panen, serta lebih menjamin kelangsungan pendapatan. Ujungnya bukan hanya peningkatan ekonomi, tapi juga kedaulatan pangan. Selain area pertanian, inisiatif masyarakat juga mencakup demplot pembibitan tanaman yang sekaligus berfungsi sebagai pusat pelatihan bagi masyarakat dalam praktik pertanian alami.

Pendampingan hukum dan pelatihan paralegal menjadi bagian dari upaya yang lebih besar untuk memberikan pemahaman hak konstitusional kepada masyarakat, sehingga dapat berdiri sebagai pengelola sah atas tanah dan sumber penghidupannya sendiri. Di tengah pembangunan PSN, pengakuan hak atas tanah juga akan memberikan perlindungan yang lebih kuat bagi komunitas dalam menghadapi kebijakan-kebijakan yang mengancam keberlanjutan sosial dan ekologi di wilayahnya. Kegiatan pemetaan, pengakuan hak wilayah, dan pertanian alami yang dijalankan oleh MATRA Rempang memberikan kontribusi dalam perjuangan atas hak dan kedaulatan tanah dalam hal tata kuasa, program pemetaan partisipatif dan usulan pengakuan wilayah memungkinkan MATRA Rempang untuk memperkuat posisi hukum masyarakat adat Melayu Tua dan Tempatan di Rempang dalam mempertahankan wilayahnya dari pencaplokan.

Selain itu, dengan mengadopsi pendekatan berbasis kearifan lokal yang berfokus pada keberlanjutan lingkungan, MATRA Rempang menunjukkan bahwa Masyarakat Adat memiliki kemampuan adaptif untuk mengelola lahan secara lestari meskipun berada dalam situasi konflik dan tekanan eksternal. Praktik pertanian tanpa herbisida kimia, yang melibatkan penggunaan bahan alami seperti mikroorganisme lokal, memungkinkan masyarakat mempertahankan kesuburan tanah sekaligus mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Dengan adanya pemetaan partisipatif, pengajuan legalitas hak atas tanah, dan praktik pertanian alami, program ini berhasil menciptakan dampak jangka panjang yang bermanfaat bagi komunitas lokal dalam konteks perlindungan hak-hak masyarakat dan pengelolaan lingkungan. Langkah langkah tersebut menjadi bukti bahwa Masyarakat Adat mampu mengelola tanah dan sumber penghidupannya secara berkelanjutan serta menjadi pelindung bagi ekosistem lokal yang berharga.

Scroll to Top