TOTAL DANA AGUSTUS 2023 - JULI 2024

$250,000

Institutional Support

TOTAL DANA OKTOBER 2024 - SEPTEMBER 2029

$5,000,000

General Support

TOTAL DUKUNGAN DANA $800,000

Agustus 2023 - September 2024 ( $300,000 )
Februari 2025 - Juli 2026 ( $500,000 )

Pendanaan Langsung ( Re-Granting )

TOTAL DUKUNGAN DANA 2023 - 2025

$550,000

Re-Granting - General Support

TOTAL DANA 2024 - 2026

$2,500,000

Re-Granting - Core Support - Endowment

Kelompok Petani Ikan | Masyarakat Adat Nanggala

Program

Mewujudkan Gerakan Masyarakat Adat melalui Penguatan dan Peningkatan Tata Produksi Budidaya Ikan dengan Metode Mina Padi

Organisasi Pendamping
AMAN
Lokasi
Toraja Utara, Sulawesi Selatan
Pendanaan Langsung
Rp99,950,000
Periode
Mulai
04/05/2024
Berakhir
15/10/2024
Target
Ekonomi berkeadilan dan berkelanjutan, selaras dengan prinsip-prinsip Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal, Pusat Pendidikan Rakyat
Status
Selesai

Bagikan ke :

Facebook
WhatsApp
X

Mina Padi Ikan Mas di Nanggala: Kuatkan Ekonomi, Jaga Tanah Air Toraja

 

Wilayah Adat Nanggala di Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, terus berjuang untuk mendapatkan pengakuan atas tanah leluhurnya. Upaya ini didukung lahirnya Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2019 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Namun, pengesahan wilayah adat seluas 15.638,46 hektare—termasuk hutan lindung dan kawasan konservasi—masih berliku terkendala proses administrasi.

Meski belum diakui secara hukum, Masyarakat Adat Nanggala tetap menjaga dan mengelola wilayah adatnya secara mandiri. Salah satu upaya mereka adalah menghidupkan kembali praktik mina padi, sistem pertanian terpadu dengan menumpangkan budidaya ikan mas di lahan sawah padi. Sistem ini meningkatkan pendapatan petani dengan menjadikan sawah sebagai habitat ikan, sekaligus menjadi sumber protein bagi keluarga.

Dengan dukungan Pendanaan Langsung Nusantara Fund,  Masyarakat Adat Nanggala berinisiatif untuk mempraktekkan kembali tradisi mina padi di Tana, yang bagi mereka bukan hanya sekedar teknik bertani tapi warisan kearifan lokal yang menopang keberlanjutan lingkungan sebagai sumber penghidupan. Didampingi AMAN Toraya dan Kelompok Petani Ikan Pao Nanggala, Masyarakat Adat Nanggala menjalani pelatihan budidaya ikan, survei lahan, pengelolaan air, hingga teknik pemanenan.

Tana Toraja memiliki lanskap pertanian bertingkat (terasering/sengkedan) karena kondisi geografis berbukit. Dengan kontur miring, sulit membangun saluran irigasi, kebanyakan sawahnya adalah tadah hujan. Tantangan utama Masyarakat Adat Nanggala dalam penerapan mina padi adalah ketersediaan air. Hasil pelatihan memberi mereka pengetahuan teknis bahwa sawah tadah hujan yang bergantung sepenuhnya pada curah hujan kurang cocok untuk  mina padi. Sawah yang ideal untuk mina padi adalah dekat dengan akses pengairan dan bebas banjir. Berdasarkan survei, Masyarakat Adat Nanggala menetapkan enam hektar sawah sebagai lokasi utama penebaran ikan mas untuk mina padi.

Adapun jenis ikan yang dibesarkan adalah ikan mas. Ikan favorit masyarakat Toraja ini hampir tidak pernah absen di berbagai acara penting masyarakat, khususnya dalam upacara “Rambu Tuka’” seperti pernikahan, kelahiran, panen raya, dan peresmian rumah Tongkonan, ikan mas (atau kadang diganti dengan kakap) jadi bahan utama dalam hidangan “Pa’piong”. Peluang ekonomi ikan mas sangat menjanjikan, saat ramai acara adat digelar, harga ikan mas bisa menembus Rp100.000 per kilogram.

Sebagai bagian dari kegiatan, komunitas juga membangun gazebo sebagai pusat pembelajaran dan konsolidasi. Gazebo ini menjadi ruang berbagi pengetahuan antar generasi—dari pemimpin adat, petani, hingga perempuan adat—untuk memastikan praktik mina padi terus berkembang dan berkelanjutan.

Menurut Montazeri (2012), mina padi adalah salah satu teknologi lahan pertanian yang sangat baik untuk mengantisipasi anomali iklim, karena budidaya terpadu ini dapat meningkatkan produktivitas lahan sawah dan memperbaiki kualitas lingkungan. Sistem ini meningkatkan produksi padi hingga 10%, menambah keberagaman sumber pendapatan dengan adanya ikan, mengurangi kebutuhan pupuk hingga 30% yang berkontribusi juga pada perbaikan kualitas tanah dan air. Selain mengurangi penggunaan dan biaya operasional pestisida dan herbisida, biaya yang digunakan untuk pemeliharaan ikan juga lebih murah. Karena biaya penyediaan lahan, pengairan dan pengolahan tanah sudah termasuk dalam biaya pengolahan sawah.

Masyarakat Toraja memiliki warisan budaya dari leluhur sebagai cara beradaptasi dengan kondisi geografis berbukit untuk pengairan lahan pertanian. Yakni masyarakat mengembangkan sistem kuang atau kusian—sumur kecil di tengah sawah tadah hujan berfungsi sebagai penampung air, sumber minum ternak, sekaligus tempat budidaya ikan. Setiap petak sawah bisa memiliki satu hingga tiga kuang, tergantung luas sawahnya.

Laiknya praktik mina padi warisan leluhur ala Toraja yang bergenerasi diturunkan, praktik budidaya Masyarakat Adat Nanggala sangat erat kaitannya dengan kuang. Alih-alih menggunakan caren (galian tanah di pinggir sawah), kuang di tengah sawah difungsikan ganda sebagai tempat berkumpul ikan. Sehingga saat panen, air sawah tidak perlu dikuras dan pemanenan ikan secara selektif lebih mudah dilakukan

Selain itu, kearifan lokal Toraja yang lebih memfavoritkan ikan mas untuk mina padi ternyata bukan tanpa alasan. Perilaku ikan mas dalam mencari makanan dengan cara membolak balikkan tanah  lebih aktif dibanding ikan air tawar lain. Pergerakan ikan mas yang aktif membolak-balik tanah membantu meningkatkan aerasi dan distribusi nutrisi, sehingga produktivitas padi meningkat.

Sistem mina padi menciptakan hubungan saling menguntungkan antara ikan dan padi. Ikan membantu menggemburkan tanah, meningkatkan aerasi, serta mendistribusikan nutrisi, sementara kotorannya menjadi pupuk alami. Hama padi dan gulma pun berkurang secara alami karena menjadi pakan ikan, sehingga mengurangi penggunaan pestisida. Sebaliknya, padi menyediakan naungan yang menstabilkan suhu air serta melindungi ikan dari predator dan sinar matahari langsung.

Dengan menghidupkan kembali tradisi mina padi, Masyarakat Adat Nanggala tidak hanya melestarikan warisan leluhur, tetapi juga menggiatkan kembali sistem pertanian terpadu berkelanjutan. Lebih dari sekadar peningkatan ekonomi, praktik ini adalah upaya aktif perlindungan terhadap sumber daya alam tanah dan air.

Scroll to Top