![S2K1028 Kelompok Tani Lepar Lau Tengah (KTLLT)] S2K1028 Kelompok Tani Lepar Lau Tengah (KTLLT)]](https://nusantarafund.org/wp-content/uploads/elementor/thumbs/S2K1028-Kelompok-Tani-Lepar-Lau-Tengah-KTLLT-r27ugcm890tv8vt2z253gckbsiditcsdrjkl31lbg0.jpg)
Kelompok Tani Lepar Lau Tengah (KTLLT)
Program
Penguatan Hak Atas Tanah Kelompok Tani Lepar Lau Tengah (KTLLT) melalui Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA)
Organisasi Pendamping
Lokasi
Pendanaan Langsung
Periode
Mulai
Berakhir
Target
Status
Bagikan ke :
Kelompok Tani Lepar Lau Tengah (KTLLT) adalah organisasi petani lokal di Desa Rambung Baru dan Desa Bingkawan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Sejak 2015, mereka menghadapi konflik agraria dengan perusahaan penyedia jasa kedukaan terbesar di Asia, memiliki cabang di enam negara, termasuk Indonesia. Perusahaan ini mengklaim 75 hektare lahan pertanian petani untuk dijadikan kompleks pemakaman, mengancam mata pencaharian sekitar 800 petani dari 100 kepala keluarga yang telah mengelola tanah tersebut turun-temurun.
Fenomena komersialisasi bisnis duka di Indonesia semakin marak akhir-akhir ini, dengan perusahaan-perusahaan besar menawarkan layanan pemakaman eksklusif bagi kalangan atas. Ironisnya, dalam kasus yang dialami KTLLT, hak yang masih hidup untuk bertani dan mempertahankan sumber kehidupannya seakan kalah penting. Akankah damai istirahat yang sudah tiada jika tahu bahwa pusara mereka dibangun di atas derita yang tergusur?
Untuk mempertahankan hak atas tanah, KTLLT menginisiasi strategi konsolidasi Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA), sebuah pendekatan yang dikembangkan bersama Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA). Melalui strategi ini, kelompok tani memperkuat perjuangan agraria dengan pendidikan, advokasi, dan pengembangan ekonomi berbasis komunitas.
Salah satu program utama yang dijalankan adalah Akademi Reforma Agraria Sejati (ARAS), yang memberikan pendidikan hukum agraria dan advokasi kepada kader muda, perempuan, serta anggota KTLLT. Hingga kini, 140 anggota komunitas telah dibekali pemahaman tentang hak tanah dan strategi mempertahankan lahan mereka. Sebagai bagian dari upaya advokasi hukum, mereka juga melakukan pemetaan partisipatif menggunakan drone, menghasilkan data dan peta LPRA yang akurat untuk memperkuat klaim tanah mereka.
Selain advokasi, KTLLT juga menggarap 10 hektare lahan dengan menanam durian, jambu kristal, dan belimbing. Model pengelolaan kolektif ini tidak hanya menjadi sumber pendapatan ekonomi tetapi juga memperkuat bukti penguasaan fisik atas lahan yang mereka perjuangkan. Dengan langkah-langkah ini, KTLLT terus berupaya mempertahankan hak tanah mereka dan membangun masa depan yang lebih berdaulat bagi komunitas petani.