TOTAL DANA AGUSTUS 2023 - JULI 2024

$250,000

Institutional Support

TOTAL DANA OKTOBER 2024 - SEPTEMBER 2029

$5,000,000

General Support

TOTAL DUKUNGAN DANA $800,000

Agustus 2023 - September 2024 ( $300,000 )
Februari 2025 - Juli 2026 ( $500,000 )

Pendanaan Langsung ( Re-Granting )

TOTAL DUKUNGAN DANA 2023 - 2025

$550,000

Re-Granting - General Support

TOTAL DANA 2024 - 2026

$2,500,000

Re-Granting - Core Support - Endowment
S2A1023 [Komunitas Masyarakat Adat Lala Dan Komunitas Masyarakat Adat Sidole] Sosialisasi budidaya tanaman nilam di komunitas sidole-02

Komunitas Masyarakat Adat Lala | Komunitas Masyarakat Adat Sidole

Program

Pengembangan Keramba Ikan Bobara dan Penanaman Tanaman Nilam

Organisasi Pendamping
AMAN
Lokasi
Banggai Laut & Parimo, Sulawesi Tengah
Pendanaan Langsung
Rp100,000,000
Periode
Mulai
04/05/2024
Berakhir
31/10/2024
Target
Hak & Pengakuan atas Wilayah Adat, Wilayah Kelola Rakyat, serta Lokasi Prioritas Reforma Agraria Sejati, Ekonomi berkeadilan dan berkelanjutan, selaras dengan prinsip-prinsip Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal
Status
Selesai

Bagikan ke :

Facebook
WhatsApp
X

Keramba Ikan Bobara di Komunitas Masyarakat Adat Lala dan Nilam di Komunitas Masyarakat Adat Sidole

 

Komunitas Masyarakat Adat Lala: Menjaga Laut dengan Keramba Bobara

Komunitas Adat Lala di Desa Lantibung, Kecamatan Bangkurung, Kabupaten Banggai Laut, hidup dalam keseimbangan dengan alam. Wilayah adat mereka masih lestari dan dikelola secara kolektif di bawah kepemimpinan Lembaga Adat. Sebagian besar masyarakat menggantungkan hidup pada pertanian dan perikanan, menggunakan alat tangkap ramah lingkungan seperti bubu, pancing, pukat, dan sero.

Namun, keberadaan komunitas semakin terancam oleh ekspansi perusahaan yang merampas wilayah adat mereka. Sehingga, banyak anggota komunitas terpaksa menjadi buruh atau bermigrasi ke kota. Ancaman lainnya datang dari rencana tambang batu gamping serta aktivitas nelayan luar yang merusak ekosistem dengan bahan peledak dan obat bius.

Untuk mempertahankan mata pencaharian mereka, Masyarakat Adat Lala, dengan dukungan Pendanaan Langsung Nusantara Fund, membangun keramba ikan bobara secara kolektif. Proses pembangunan dilakukan bergotong royong (pollobuku). Masyarakat Adat Lala juga bersama-sama belajar tentang teknik perawatan yang efektif untuk meningkatkan berat ikan dalam tiga bulan, sehingga hasil panen menjadi lebih optimal. 

Dua unit keramba berukuran 4×4 meter telah terbangun, dengan 2.500 ekor bibit ikan bobara. Dengan modal awal pembelian bibit seharga seharga Rp 5.000 per ekor, ikan bobara yang dipelihara selama 3–6 bulan dapat dijual hingga Rp 25.000 per ekor—lima kali lipat dari harga awal. Selain meningkatkan kesejahteraan, dengan melakukan pemantauan keramba secara berkesinambungan, diharapkan dapat mengurangi praktik penangkapan ikan dengan bahan peledak oleh pihak luar terutama di sekitar lokasi keramba, sehingga ekosistem laut tetap terjaga.

Komunitas Masyarakat Adat Sidole: Bertahan dengan Minyak Nilam

Komunitas Adat Sidole, juga dikenal sebagai Toriomog—berarti masyarakat yang tinggal di pegunungan dan hutan—memiliki wilayah adat seluas 8.132,10 hektare. Dengan populasi 1.252 kepala keluarga atau sekitar 2.259 jiwa, mereka mengandalkan pertanian dan perkebunana sebagai mata pencaharian, termasuk mengolah pohon sagu untuk makanan pokok.

Sistem pengelolaan tanah di komunitas didasarkan pada hak kuasa atas hutan rimba yang diwariskan turun-temurun dan dikelola secara komunal oleh keluarga inti (Ntina) di bawah naungan ketua adat. Pengawasan dilakukan oleh Lembaga Adat melalui struktur Tomogulang Nuada, masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab dalam mengatur dan menjaga sistem adat. 

Namun, keterbatasan lapangan pekerjaan menjadi tantangan besar di Sidole. Kondisi ini membuat banyak anggota komunitas kesulitan bahkan untuk sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan dukungan Pendanaan Langsung Nusantara Fund, Komunitas Masyarakat Adat Sidole berinisiatif membentuk kelompok usaha nilam dalam rangka meningkatkan sumber pendapatan ekonomi mereka, sekaligus memperkuat solidaritas dalam komunitas.

Program mencakup penanaman 20.000 batang nilam di lahan seluas dua hektar. Proses dimulai dari musyawarah kelompok, pembersihan lahan, penyemaian bibit selama 20 hari, hingga pemindahan bibit ke lahan utama. Perawatan dilakukan secara berkala, dengan pemupukan pada bulan pertama dan kedua, serta pembersihan gulma pada bulan ketiga dan keempat untuk memastikan hasil optimal.

Memasuki bulan kelima dan keenam, anggota kelompok mulai panen, dilanjutkan dengan proses pengeringan dan penyulingan. Dari 20.000 batang nilam, mereka dapat menghasilkan sekitar 200 kg minyak nilam, dengan harga jual bisa mencapai Rp 700.000 per kg. Jika tak ada aral melintang, dalam satu kali panen diperkirakan komunitas mampu meraih pendapatan kotor sekitar Rp 120 juta.

Rintisan usaha minyak nilam bukan hanya mengatasi kesulitan ekonomi, tetapi juga membuka jalan bagi komunitas untuk membangun kemandirian. Hingga nanti tiba masanya naik derajat Komunitas Masyarakat Adat Sidole, tidak lagi mencari pekerjaan tetapi menciptakan lapangan kerja.

Scroll to Top