TOTAL DANA AGUSTUS 2023 - JULI 2024

$250,000

Institutional Support

TOTAL DANA OKTOBER 2024 - SEPTEMBER 2029

$5,000,000

General Support

TOTAL DUKUNGAN DANA $800,000

Agustus 2023 - September 2024 ( $300,000 )
Februari 2025 - Juli 2026 ( $500,000 )

Pendanaan Langsung ( Re-Granting )

TOTAL DUKUNGAN DANA 2023 - 2025

$550,000

Re-Granting - General Support

TOTAL DANA 2024 - 2026

$2,500,000

Re-Granting - Core Support - Endowment
S2A1018 [Komunitas Masyarakat Adat Seberuang Kampung Ansok]

Komunitas Masyarakat Adat Seberuang Kampung Ansok

Program

Peningkatan Ekonomi Masyarakat Adat melalui Penyediaan Sarana Produksi Olahan Kopi serta Rehabilitasi Kawasan Hutan Adat pada Komunitas Adat Seberuang Kampung Ansok

Organisasi Pendamping
AMAN
Lokasi
Sintang, Kalimantan Barat
Pendanaan Langsung
Rp100,000,000
Periode
Mulai
04/05/2024
Berakhir
31/10/2024
Target
Rehabilitasi dan restorasi terhadap 3,5 juta hektar Wilayah Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal, Ekonomi berkeadilan dan berkelanjutan, selaras dengan prinsip-prinsip Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal
Status
Selesai

Bagikan ke :

Facebook
WhatsApp
X

Harmoni Harum Kopi di Kampung Ansok: Menjaga Alam, Membangun Ekonomi

Masyarakat Adat Seberuang Kampung Ansok, yang berada di Dusun Balai Temenggung, Desa Benua Kencana, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, masih memegang teguh adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari. Berladang dan menyadap karet menjadi mata pencaharian utama mereka. Kampung Ansok memiliki luas wilayah 1.173 hektare yang terbagi dalam beberapa fungsi, yaitu permukiman, area produksi (berladang dan berkebun), serta kawasan lindung berupa hutan primer. Upaya perlindungan terhadap wilayah adat ini diperkuat dengan terbitnya Surat Keputusan (SK) Hutan Adat Masyarakat Adat Dayak Seberuang Kampung Ansok pada 2023.

Namun, pengakuan hukum bukanlah akhir dari perjuangan mereka. Masyarakat terus memperkuat pengelolaan hutan adat, salah satunya melalui budidaya kopi yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Masyarakat Adat (BUMMA) Ansok. Sejak 2022, kopi Kampung Ansok telah dibudidayakan dan diolah secara tradisional. Upaya ini mendapat apresiasi dari pemerintah daerah, yang menetapkan Kampung Ansok sebagai “Kampung Kopi” pada 27 Juni 2023.

Namun, pengolahan kopi secara tradisional memakan waktu dan tenaga. Metode pengeringan tradisional, seperti pengeringan di pinggir jalan, sering kali menyebabkan kontaminasi dari debu, air hujan, dan paparan sinar ultraviolet. Akibatnya, 30–50% hasil panen tidak dapat mencapai pasar dan kehilangan nilai ekonomisnya. Komunitas Masyarakat Adat Seberuang ingin mendorong produktivitas dan kualitas kopi Kampung Ansok.

Untuk itulah komunitas Masyarakat Adat Seberuang Kampung Ansok mengembangkan berbagai sarana produksi kopi dengan dukungan Pendanaan Langsung Nusantara Fund. Dukungan mencakup mesin pengupas kulit kopi, mesin sangrai berkapasitas 6 kg, serta pembangunan rumah pengeringan kopi (model solar dome dryer) berukuran 4 x 15 meter yang mempercepat proses pengeringan sekaligus menjaga kualitas biji kopi.

Teknologi Solar Dryer Dome terbukti meningkatkan efisiensi dan kualitas produksi. Jika metode tradisional membutuhkan waktu hingga 10 hari, Solar Dryer Dome dapat mempercepat pengeringan hanya dalam 4 hari. Sistem ini juga memungkinkan distribusi panas yang lebih merata, melindungi biji kopi dari kontaminasi debu dan hama, serta meningkatkan suhu hingga 100%. Dalam pengering kubah kubah, kadar air biji kopi dapat dikontrol merata pada kisaran 10%-12%, menghasilkan cita rasa yang lebih kaya dan konsisten.

Di samping peningkatan ekonomi berbasis kopi, komunitas juga menghadapi tantangan lingkungan. Dalam beberapa tahun terakhir, degradasi hutan adat di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Tempunak menjadi kekhawatiran. Erosi dan banjir telah menghilangkan lapisan tanah subur, mengancam sumber daya alam yang menjadi tumpuan ekonomi warga. Sebagai solusi, masyarakat Kampung Ansok melakukan rehabilitasi hutan adat di sepanjang DAS Tempunak dengan menanam 5.000 bibit kopi dan kakao.

Program rehabilitasi mencakup delapan desa sepanjang DAS Tempunak: Desa Benua Kencana (Ansok), Desa Pekulai Bersatu, Desa Merti Jaya, Desa Kupan Jaya, Desa Pulau Jaya, Desa Repak Sari, Desa Suka Jaya, dan Desa Nanga Tempunak. Selain mengurangi erosi dan menjaga ekosistem sungai, tanaman kopi dan kakao diharapkan menjadi sumber pendapatan baru bagi dalam 4–5 tahun ke depan.

Masyarakat Adat Kampung Ansok tidak hanya fokus pada peningkatan produktivitas, tetapi juga kualitas hasil panen. Kopi yang diolah dengan teknik pascapanen yang baik dapat memiliki harga jual dua hingga tiga kali lipat dibandingkan kopi biji mentah. Dengan strategi ini, komunitas tidak hanya memperoleh pendapatan lebih besar, tetapi juga mengurangi tekanan terhadap ekosistem. Mereka memilih pendekatan berbasis kualitas yang bernilai lebih tinggi di pasar, dibandingkan mengejar produksi dalam jumlah besar yang dapat menyebabkan eksploitasi lahan berlebihan.

Pendekatan ini sejalan dengan nilai-nilai adat Dayak yang menekankan keseimbangan ekosistem dan pemanfaatan lahan secara bijaksana. Hukum Adat Dayak memiliki aturan ketat terkait pengelolaan lahan, seperti larangan membuka hutan secara berlebihan, sistem rotasi ladang untuk menjaga kesuburan tanah, serta peraturan adat yang mengatur pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. Pelanggaran terhadap aturan dikenakan sanksi adat, menunjukkan betapa hutan menjadi poros kehidupan mereka.

Bukan cuma mengembangkan ekonomi berbasis kopi, tetapi juga menjaga keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan perlindungan ekosistem. Berbeda dengan perusahaan yang sering mengeksploitasi hutan tanpa mempertimbangkan dampaknya, Masyarakat Adat Seberuang Kampung Ansok menerapkan prinsip keberlanjutan, memastikan hasil bumi tetap lestari untuk generasi mendatang.

Scroll to Top