TOTAL DANA AGUSTUS 2023 - JULI 2024

$250,000

Institutional Support

TOTAL DANA OKTOBER 2024 - SEPTEMBER 2029

$5,000,000

General Support

TOTAL DANA 2023 - 2024

$300,000

Re-Granting

TOTAL DANA 2023 - 2025

$500,000

Re-Granting - General Support

TOTAL DANA 2024 - 2026

$2,500,000

Re-Granting - Core Support - Endowment
Pembuatan lokasi pembibitan-02
Sumber Foto : Komunitas Masyarakat Adat Suka

Komunitas Masyarakat Adat Suka

Program

Pemulihan Wilayah Adat dan Peningkatan Ekonomi Masyarakat Adat Suka melalui Rehabilitasi Wilayah Adat dan Peternakan Terpadu

Organisasi Pendamping
AMAN
Lokasi
Gowa, Sulawesi Selatan
Pendanaan Langsung
Rp100,000,000
Periode
Mulai
01/05/2024
Berakhir
30/08/2024
Target
Rehabilitasi dan restorasi terhadap 3,5 juta hektar Wilayah Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal, Ekonomi berkeadilan dan berkelanjutan, selaras dengan prinsip-prinsip Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal
Status
Selesai

Bagikan ke :

Facebook
WhatsApp
X

Hijaukan Kembali Tanah Adat: Komunitas Masyarakat Adat Suka

Komunitas Masyarakat Adat Suka merupakan satu dari sembilan komunitas adat di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan yang berada di bawah naungan PD AMAN Gowa. Selama bertahun-tahun, eksploitasi oleh industri penyadapan getah pinus telah mengubah lanskap wilayah Adat Suka. Pohon-pohon pinus yang disadap secara berlebihan akhirnya mati, menyebabkan hutan yang dulu rimbun menjadi gersang. Akibatnya, tanah kehilangan daya dukungnya, meningkatkan risiko longsor yang terus mengintai.

Dengan dukungan Pendanaan Langsung Nusantara Fund, Masyarakat Adat Suka bersama PD AMAN Gowa bergerak untuk merehabilitasi wilayah adat mereka. Langkah pertama dalam upaya pemulihan ini adalah membangun pusat pembibitan, sebanyak 4.000 bibit pohon keras bernilai ekologis dan ekonomis juga ditanam. Bibit-bibit ini ditanam di tanah adat Suka dan Pattallassang, terutama di kawasan bekas penyadapan pinus, hutan kritis dengan tutupan tipis, serta daerah rawan longsor.

Penanaman ini tidak hanya mengembalikan fungsi ekologis hutan, tetapi juga menjadi sumber ekonomi baru bagi masyarakat. Jenis tanaman yang ditanam beragam, termasuk spesies lokal seperti Karoti, Asa, dan Enau, serta tanaman bernilai ekonomi tinggi seperti Eukaliptus, Jati Putih, dan Sengon. Upaya ini juga bertujuan untuk mengonservasi mata air Pattingalloang Mapung, yang menjadi sumber air utama bagi dua wilayah adat: Pattallassang dan Suka. Lebih dari 12 desa di tiga kabupaten—Gowa, Sinjai, dan Bone—bergantung pada pasokan air dari sumber ini.

Mengiringi rehabilitasi wilayah Hutan Adat, Lembaga Adat Suka juga menghidupkan kembali tradisi menanam pohon dalam setiap fase kehidupan, mulai dari kelahiran bayi, masuk sekolah, hingga pernikahan. Tradisi ini menjadi simbol komitmen mereka dalam menjaga alam tanah leluhur dan memastikan keberlanjutan sumber daya alam bagi generasi mendatang.

Selain menanam pohon, Masyarakat Adat Suka juga mengembangkan peternakan sapi ramah lingkungan. Dengan memanfaatkan pakan alami dan mengolah limbah ternak menjadi pupuk organik, mereka menciptakan sistem pertanian berkelanjutan yang menguntungkan. Hasilnya, tanah menjadi lebih subur, ternak lebih sehat, dan nilai sumber penghidupan pun meningkat. Dengan semakin banyaknya sumber pendapatan, diharapkan ekonomi komunitas meningkat. Ini akan mencegah mereka terjerumus pada sektor ekonomi yang merusak lingkungan.

Agar tidak bergantung pada satu sektor usaha, Masyarakat Adat Suka juga mulai mengembangkan berbagai sektor ekonomi lainnya. Mereka memanfaatkan potensi alam dan budaya mereka untuk memproduksi kerajinan tangan, mengolah hasil hutan, serta membangun ekowisata berbasis komunitas. Dengan strategi ini, mereka menciptakan peluang baru bagi ekonomi desa sekaligus menjaga keseimbangan ekosistem.

Pada awalnya, Masyarakat Adat Suka menghadapi berbagai tantangan, seperti keterbatasan sumber daya, kurangnya pengetahuan teknis, dan kerusakan lingkungan yang sudah parah. Mereka masih bergantung pada metode tradisional yang tidak selalu efektif dalam menjaga kesejahteraan ekonomi dan lingkungan mereka. Namun, melalui berbagai pelatihan, mereka mulai belajar tentang teknik pembibitan dan penanaman tanaman lokal, pengelolaan pakan ternak, kesehatan hewan, serta pemanfaatan limbah ternak sebagai pupuk organik. Penerapan teknik modern yang tetap menghormati kearifan lokal membantu mereka mengelola sumber daya alam dengan lebih baik dan berkelanjutan.

Scroll to Top