TOTAL DANA 2025 - 2027

$500,000

Re-Granting - General Support

TOTAL DANA AGUSTUS 2023 - JULI 2024

$250,000

Institutional Support

TOTAL DANA OKTOBER 2024 - SEPTEMBER 2029

$5,000,000

General Support

TOTAL DUKUNGAN DANA $800,000

Agustus 2023 - September 2024 ( $300,000 )
Februari 2025 - Juli 2026 ( $500,000 )

Pendanaan Langsung ( Re-Granting )

TOTAL DUKUNGAN DANA 2023 - 2027

$1,050,000

Re-Granting - General Support

TOTAL DANA 2024 - 2026

$2,500,000

Re-Granting - Endowment
S2A1005 [Komunitas Masyarakat Adat Urtatan Komunitas Masyarakat Koratutul PD AMAN Tanimbar]
Sumber Foto : Komunitas Masyarakat Adat Urtatan & Komunitas Masyarakat Koratutul

Komunitas Masyarakat Adat Urtatan | Komunitas Masyarakat Koratutul | PD AMAN Tanimbar

Program

Meningkatkan Penghidupan Masyarakat Adat secara Berkelanjutan melalui Kearifan Lokal

Organisasi Pendamping
AMAN
Lokasi
Kepulauan Tanimbar, Maluku
Pendanaan Langsung
Rp99,925,000
Periode
Mulai
01/05/2024
Berakhir
31/08/2024
Target
Ekonomi berkeadilan dan berkelanjutan, selaras dengan prinsip-prinsip Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal
Status
Selesai

Bagikan ke :

Facebook
WhatsApp
X

Hidupkan Geliat Tenun Tanimbar dan Rumput Laut di Tanimbar Utara

 

Komunitas Masyarakat Adat Urtatan dan Koratutul di Kepulauan Tanimbar merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan pesisir di Tanimbar Utara. Sebanyak 90% penduduknya menggantungkan hidup dari kebun dan laut. Mayoritas masyarakat mengandalkan hasil panen musiman seperti kopra dan produk kebun lainnya, serta budidaya dan tangkapan hasil laut sebagai sumber pendapatan utama. Pendapatan rendah karena fluktuasi harga jual jamak dihadapi.

Dua komunitas ini berada di Pulau Larat, Kecamatan Tanimbar Utara, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku. Desa Lamdesar Barat dan Lamdesar Timur, tempat tinggal komunitas Masyarakat Adat Koratutul, berjarak 48 km dari Kota Larat dan dapat ditempuh dalam waktu 40 menit dengan perjalanan darat atau laut. Sementara itu, komunitas Masyarakat Adat Urtatan di Desa Keliobar berjarak 21 km dari Kota Larat dan dapat dijangkau dalam waktu 20 menit melalui perjalanan darat dengan kondisi jalan yang cukup baik.

Masing-masing komunitas menghadapi tantangan yang berbeda. Di Koratutul, keberlanjutan tradisi Tenun Ikat Tanimbar terancam karena minimnya generasi penerus, hanya tersisa 3 orang perempuan penenun lansia yang berusia diatas 60 tahun

Sementara di Urtatan, masyarakat yang mengandalkan kopra dan juga hasil kebun, tidak dapat mencukupi kebutuhan harian karena harus menunggu siklus panen yang hanya 2-3 kali setiap tahun. Tumpuan hidup lain dari rumput laut juga mengalami mengalami kemunduran setelah serangan wabah penyakit mematikan.

Menghidupkan Kembali Tenun Ikat Tanimbar

Bagi masyarakat Tanimbar, kain tenun tak sekedar penutup tubuh, tetapi memiliki nilai budaya dan spiritual yang mendalam. Kain berharga ini digunakan dalam berbagai upacara adat, seperti pernikahan, kematian, dan ritual penting lainnya. Namun, tradisi menenun di komunitas Masyarakat Adat Koratutul menghadapi ancaman punah. Banyak penenun yang telah lanjut usia atau meninggal dunia, sehingga kain khas Tanimbar semakin sulit ditemukan. Akibatnya, Masyarakat Adat Koratutul sering membeli kain tenun dari luar komunitas, bahkan hingga ke kota kabupaten.

Menanggapi keresahan ini, komunitas Masyarakat Adat Koratutul memanfaatkan Pendanaan Langsung Nusantara Fund untuk Pelatihan Tenun Ikat Tanimbar, yang diinisiasi oleh pemerintah desa dan tetua adat. Pelatihan tenun melibatkan 10 Perempuan Adat dengan keterampilan beragam, di mana dua orang penenun mahir mengajarkan teknik menenun kepada delapan penenun muda pemula. Mereka dibekali alat tenun manual, benang, dan pewarna sebagai modal awal untuk memproduksi kain dan syal tenun ikat berkualitas.

Setelah pelatihan, 10 penenun yang berasal dari Desa Lamdesar Barat dan Lamdesar Timur ini bersepakat membentuk kelompok tenun untuk memperkuat keberlanjutan produksi mereka. Sekarang, Masyarakat Adat Koratutul tidak perlu lagi membeli tenun dari luar komunitas, harga juga lebih terjangkau dibandingkan membeli dari luar. Hasil tenun berupa syal dan kain juga telah dipasarkan ke pasar lokal di luar Koratutul melalui BUMMA (Badan Usaha Masyarakat Adat) Masoli Karya Urtatan.

Geliat Budidaya Rumput Laut di Urtatan

Komunitas Urtatan di Desa Keliobar dikenal sebagai salah satu penghasil rumput laut unggulan di Tanimbar Utara. Namun, perubahan cuaca ekstrem menyebabkan suhu air laut menjadi tidak stabil, membuat rumput laut terserang wabah penyakit, jadi putih kemudian mati. Akibatnya, banyak petani kehilangan hasil panen mereka dan beralih ke sektor lain, seperti berkebun atau merantau ke kota untuk mencari pekerjaan.

Untuk mengatasi tantangan ini, komunitas Masyarakat Adat Urtatan memanfaatkan Pendanaan Langsung Nusantara Fund untuk memindahkan lokasi budidaya ke perairan berarus yang lebih baik, sehingga sirkulasi air laut tetap terjaga meskipun cuaca berubah. Selain itu, bibit dan peralatan budidaya diganti guna mencegah penyebaran penyakit. Alat-alat yang tidak digunakan sebelumnya seperti tali agar-agar, pelampung, dan mesin ketinting, juga disediakan untuk meningkatkan produktivitas budidaya.

Budidaya rumput laut pun kembali bergeliat, semakin banyak petani rumput laut yang sebelumnya berhenti kini Kembali bersemangat. Dengan metode budidaya yang lebih baik, mereka tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga menjaga kualitas hasil panen dan melindungi ekosistem laut dari eksploitasi berlebihan. Karena sebelumnya perluasan areal budidaya rumput laut jadi jalan pintas untuk meningkatkan produktivitas.

Meskipun program ini belum menyentuh langsung seluruh individu dalam komunitas Masyarakat Adat Urtatan dan Koratutul, dampaknya sudah terasa. Program ini bermanfaat secara luas bagi anggota Masyarakat Adat di Komunitas Urtatan dan Koratutul yang berjumlah 1.654 laki-laki, 1.518 perempuan, dan 744 pemuda.

Tenun Ikat Tanimbar kembali menjadi bagian penting dari identitas budaya masyarakat, menghidupkan kembali tradisi yang hampir punah dan memberikan kebanggaan bagi para penenun. Perempuan Adat Koratutul yang mengikuti pelatihan kini tersenyum lebih lebar, karena mereka tidak hanya menjadi pelindung warisan budaya tetapi juga mendapatkan penghasilan tambahan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Di sisi lain, para petani rumput laut di Urtatan kini menikmati hasil panen yang lebih stabil. Meskipun harga rumput laut masih fluktuatif, komunitas mampu memanen 2–3 ton setiap bulan—lebih baik dibandingkan harus merantau ke kota untuk mencari pekerjaan yang belum tentu ada.

Dengan inisiatif ini, harapan baru muncul bagi komunitas Masyarakat Adat Urtatan dan Koratutul. Tenun Ikat Tanimbar dan budidaya rumput laut kini mendapatkan kesempatan untuk bertumbuh kembali.

 

Scroll to Top