![S2A1005 [Komunitas Masyarakat Adat Urtatan Komunitas Masyarakat Koratutul PD AMAN Tanimbar] S2A1005 [Komunitas Masyarakat Adat Urtatan Komunitas Masyarakat Koratutul PD AMAN Tanimbar]](https://nusantarafund.org/wp-content/uploads/elementor/thumbs/S2A1005-Komunitas-Masyarakat-Adat-Urtatan-Komunitas-Masyarakat-Koratutul-PD-AMAN-Tanimbar-r0zsuxg39yo0fvr9dsu5j5acwvfp88i2sqlwkus8xc.jpg)
Komunitas Masyarakat Adat Urtatan | Komunitas Masyarakat Koratutul | PD AMAN Tanimbar
Program
Meningkatkan Penghidupan Masyarakat Adat secara Berkelanjutan melalui Kearifan Lokal
Organisasi Pendamping
Lokasi
Pendanaan Langsung
Periode
Mulai
Berakhir
Target
Status
Bagikan ke :
Hidupkan Tenun Tanimbar dan Geliat Rumput Laut di Tanimbar Utara
Komunitas Masyarakat Adat Urtatan dan Koratutul di Kepulauan Tanimbar merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan pesisir di Tanimbar Utara. Sebanyak 90% penduduknya menggantungkan hidup dari kebun dan laut. Mayoritas masyarakat mengandalkan hasil panen musiman seperti kopra dan produk kebun lainnya, serta budidaya dan tangkapan hasil laut sebagai sumber pendapatan utama. Pendapatan rendah karena fluktuasi harga jual jamak dihadapi.
Dua komunitas ini berada di Pulau Larat, Kecamatan Tanimbar Utara, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku. Desa Lamdesar Barat dan Lamdesar Timur, tempat tinggal komunitas Masyarakat Adat Koratutul, berjarak 48 km dari Kota Larat dan dapat ditempuh dalam waktu 40 menit dengan perjalanan darat atau laut. Sementara itu, komunitas Masyarakat Adat Urtatan di Desa Keliobar berjarak 21 km dari Kota Larat dan dapat dijangkau dalam waktu 20 menit melalui perjalanan darat dengan kondisi jalan yang cukup baik.
Masing-masing komunitas menghadapi tantangan yang berbeda. Di Koratutul, keberlanjutan tradisi Tenun Ikat Tanimbar terancam karena minimnya generasi penerus. Sementara itu, di Urtatan, budidaya rumput laut mengalami kemunduran setelah serangan wabah penyakit yang mematikan rumput laut.
Menghidupkan Kembali Tenun Ikat Tanimbar
Bagi masyarakat Tanimbar, kain tenun dianggap sebagai barang yang cukup berharga. Tak hanya untuk menutupi tubuh, tetapi juga memiliki nilai budaya dan spiritual yang mendalam. Kain ini digunakan dalam berbagai upacara adat, seperti pernikahan, kematian, dan ritual penting lainnya. Namun, tradisi menenun di komunitas Masyarakat Adat Koratutul menghadapi ancaman punah. Banyak penenun yang telah lanjut usia atau meninggal dunia, sehingga kain khas Tanimbar semakin sulit ditemukan. Akibatnya, Masyarakat Adat Koratutul sering membeli kain tenun dari luar komunitas, bahkan hingga ke kota kabupaten.
Menanggapi keresahan ini, komunitas Masyarakat Adat Koratutul memanfaatkan PEndanaan Langsung Nusantara Fund untuk Pelatihan Tenun Ikat Tanimbar, yang diinisiasi oleh pemerintah desa dan tetua adat. Pelatihan tenun melibatkan 10 Perempuan Adat dengan keterampilan beragam, di mana dua orang penenun mahir mengajarkan teknik menenun kepada delapan penenun muda pemula. Mereka dibekali alat tenun manual, benang, dan pewarna sebagai modal awal untuk memproduksi kain dan syal tenun ikat berkualitas.
Kini, hasil tenun mereka telah dipasarkan di pasar lokal dengan harga yang lebih terjangkau dibandingkan produk dari luar komunitas. Setelah pelatihan, 10 penenun yang berasal dari Desa Lamdesar Barat dan Lamdesar Timur ini bersepakat membentuk kelompok tenun untuk memperkuat keberlanjutan produksi mereka.
Geliat Budidaya Rumput Laut di Urtatan
Komunitas Urtatan di Desa Keliobar dikenal sebagai salah satu penghasil rumput laut unggulan di Tanimbar Utara. Namun, perubahan cuaca ekstrem menyebabkan suhu air laut menjadi tidak stabil, membuat rumput laut terserang wabah penyakit, jadi putih kemudian mati. Akibatnya, banyak petani kehilangan hasil panen mereka dan beralih ke sektor lain, seperti berkebun atau merantau ke kota untuk mencari pekerjaan.
Untuk mengatasi tantangan ini, komunitas Masyarakat Adat Urtatan memanfaatkan Pendanaan Langsung Nusantara Fund untuk memindahkan lokasi budidaya ke perairan berarus yang lebih baik, sehingga sirkulasi air laut tetap terjaga meskipun cuaca berubah. Selain itu, bibit dan peralatan budidaya diganti guna mencegah penyebaran penyakit. Alat-alat yang tidak digunakan sebelumnya seperti tali agar-agar, pelampung, dan mesin ketinting, juga disediakan untuk meningkatkan produktivitas budidaya.
Meskipun program ini belum menyentuh seluruh individu dalam komunitas Masyarakat Adat Urtatan dan Koratutul, dampaknya sudah terasa. Tenun Ikat Tanimbar kembali menjadi bagian penting dari identitas budaya masyarakat, menghidupkan kembali tradisi yang hampir punah dan memberikan kebanggaan bagi para penenun. Perempuan Adat Koratutul yang mengikuti pelatihan kini tersenyum lebih lebar, karena mereka tidak hanya menjadi pelindung warisan budaya tetapi juga mendapatkan penghasilan tambahan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Di sisi lain, para petani rumput laut di Urtatan kini menikmati hasil panen yang lebih stabil. Meskipun harga rumput laut masih fluktuatif, komunitas mampu memanen 2–3 ton setiap bulan—lebih baik dibandingkan harus merantau ke kota untuk mencari pekerjaan yang belum tentu ada. Budidaya rumput laut pun kembali bergeliat, dengan semakin banyak petani rumput laut yang sebelumnya berhenti kini Kembali bersemangat. Dengan metode budidaya yang lebih baik, mereka tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga menjaga kualitas hasil panen dan melindungi ekosistem laut dari eksploitasi berlebihan. Karena sebelumnya perluasan areal budidaya rumput laut jadi jalan pintas untuk meningkatkan produktivitas.
Dengan inisiatif ini, harapan baru muncul bagi komunitas Masyarakat Adat Urtatan dan Koratutul. Tenun Ikat Tanimbar dan budidaya rumput laut kini mendapatkan kesempatan untuk bertumbuh kembali.