
Komunitas Masyarakat Adat Keturunan Ompu Umbak Siallagan – Dolok Parmonangan
Program
Organisasi Pendamping
Lokasi
Pendanaan Langsung
Periode
Mulai
Berakhir
Target
Status
Bagikan ke :
Tuah Hutan, Daulat Kehidupan: Mempertahankan Kedaulatan Wilayah Adat Ompu Bolus Simanjuntak
Komunitas Masyarakat Adat Keturunan Ompu Umbak Siallagan – Dolok Parmonangan di Desa Pondok Buluh, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, telah mendiami wilayah adat mereka selama 11 generasi atau sekitar 300 tahun. Mereka terus berjuang mempertahankan wilayah adat mereka dari klaim sepihak perusahaan. Wilayah adat Huta Aek Napa, yang selama ini menjadi sumber kehidupan mereka, masuk dalam konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) seluas 269.090 hektare.
Pada 2011, izin tersebut direvisi menjadi 167.000 hektare untuk Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Alam. Dari total 815 hektare hutan adat larangan “Tombak Raja,” yang sejak kemerdekaan Indonesia telah berfungsi sebagai hutan lindung dan penyedia air, sebanyak 500 hektare tumpang tindih dengan wilayah konsesi dan berubah menjadi hutan industri untuk bahan baku perusahaan.Tumpang tindih ini memicu konflik, termasuk kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat yang dituduh menduduki hutan konsesi. Padahal, Masyarakat Adat Keturunan Ompu Umbak Siallagan telah lama memiliki hukum adat sendiri dalam mengelola hutan lindung “Tombak Raja” sebagai sumber kehidupan.
Menurut catatan PW AMAN Tano Batak, mereka adalah keturunan Raja Ompu Umbak Siallagan yang telah menempati wilayah ini sejak tahun 1700-an—jauh sebelum perusahaan bahkan republik ini lahir. Klaim sepihak atas wilayah konsesi pun ditolak oleh Masyarakat Adat, karena menganggap wilayah ini sebagai bagian dari identitas mereka yang harus dijaga. Kehilangan akses ke hutan juga berdampak pada perekonomian mereka, mengingat hutan merupakan sumber utama mata pencaharian.
Dengan dukungan Pendanaan Langsung Nusantara Fund, Masyarakat Adat Ompu Bolus Simanjuntak merancang strategi rehabilitasi wilayah adat. Ini adalah jawaban mereka terhadap ancaman monokultur hutan industri di hutan adat Ompu Umbak Siallagan. Upaya rehabilitasi diawali dengan pembangunan pusat pembibitan seluas 5×10 meter untuk menampung dan mempersiapkan bibit hingga kuat siap tanam.
Setelah bibit siap tanam, sebanyak 17.000 bibit kopi, 620 bibit kemiri, 180 bibit jengkol, 20 bibit durian, 150 bibit petai, serta sejumlah bibit cengkeh, kayu manis, jengkol, dan sirsak ditanam di sekitar 20 hektare atau 10% dari total wilayah adat. Untuk ketahanan pangan, mereka juga telah mempersiapkan 300 kg bibit padi darat dan 4,5 kg bibit kacang merah. Selain untuk merehabilitasi lahan kritis akibat eksploitasi monokultur, upaya ini juga membuka peluang ekonomi. Manfaat langsung dirasakan oleh 212 anggota komunitas (96 perempuan dan 116 laki-laki) serta berdampak tidak langsung bagi setidaknya 2.000 orang.
Selain upaya penghijauan, Masyarakat Adat juga memperoleh keterampilan baru dalam pembuatan pupuk kompos padat. Pasca pelatihan, mereka telah memproduksi 2,5 ton pupuk yang digunakan untuk pembibitan kopi. Mereka juga meningkatkan kapasitas dalam pemetaan partisipatif menggunakan GPS, menghasilkan peta wilayah adat dan distribusi lahan anggota komunitas. Program ini memperkuat organisasi adat, membangun kembali semangat gotong royong, serta meningkatkan kesadaran kolektif dalam membangun kedaulatan dan kemandirian.
Tak hanya itu, program ini juga mendorong keberanian anggota Masyarakat Adat dalam menyuarakan pendapat dan gagasan mereka. Jaringan mereka semakin luas, mempererat hubungan dengan Pemerintah Desa, Pemerintah Kabupaten, organisasi lain, serta masyarakat sekitar. Dengan langkah-langkah ini, Komunitas Masyarakat Adat Keturunan Ompu Umbak Siallagan – Dolok Parmonangan memulihkan fungsi ekologis hutan adat sembari lambat laun mengembalikan kembali tuah hutan adat ke tangan mereka.