![S2A1010 [Komunitas Masyarakat Adat Uri] S2A1010 [Komunitas Masyarakat Adat Uri]](https://nusantarafund.org/wp-content/uploads/elementor/thumbs/S2A1010-Komunitas-Masyarakat-Adat-Uri-r2qhlmypkft6m86u0wpxhbynsagr3nfaat9v1herzk.jpg)
Masyarakat Adat Uri
Program
Peningkatan Ekonomi Masyarakat Adat Uri Melalui Model Pertanian Alami
Organisasi Pendamping
Lokasi
Pendanaan Langsung
Periode
Mulai
Berakhir
Target
Status
Bagikan ke :
Kembali ke Akar: Pertanian ala Leluhur Masyarakat Adat Uri
Komunitas Masyarakat Adat Uri adalah salah satu komunitas adat di Desa Pengkendekan, Kecamatan Rongkong, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Keberadaan mereka mendapat pengakuan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pengakuan Masyarakat Hukum Adat. Namun, perjuangan mereka belum selesai. Pengakuan ini baru membuka peluang untuk perlindungan hukum atas wilayah adat mereka, yang masih dalam proses legalisasi.
Studi dari Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) menunjukkan bahwa pengakuan legal atas wilayah adat dapat mengurangi konflik agraria serta meningkatkan ketahanan ekonomi dan lingkungan. Wilayah yang dikelola komunitas adat dengan kearifan lokal juga terbukti lebih efektif dalam menekan laju deforestasi dibandingkan kawasan non-adat.
Bagi Masyarakat Adat Uri, wilayah adat bukan sekadar tempat tinggal, melainkan sumber utama kehidupan. Mereka mengandalkan hasil hutan, pertanian, dan sumber daya alam lainnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari serta menopang ekonomi komunitas. Tanpa perlindungan hukum yang kuat, wilayah adat mereka tidak akan pernah aman dari intaian ekspansi industri ekstraktif dan proyek infrastruktur yang berisiko merusak ekosistem.
Meski pengakuan legal belum sepenuhnya mereka dapatkan, Masyarakat Adat Uri terus berupaya melindungi tanah mereka. Salah satu langkah strategis yang mereka ambil adalah mengembangkan pertanian alami yang berbasis bahan-bahan lokal. Model pertanian ini menjadi semakin relevan di tengah ancaman sistem pertanian modern yang bergantung pada bahan kimia, yang tidak hanya berdampak buruk bagi kesehatan tetapi juga mengganggu keseimbangan ekosistem.
Dengan dukungan Pendanaan Langsung Nusantara Fund, mereka melakukan pelatihan intensif tentang pertanian alami yang memanfaatkan bahan-bahan di sekitar. Selain itu, Masyarakat Adat Uri juga membangun Gerai Rongkong untuk mempromosikan berbagai produk lokal khas Rongkong.
Masyarakat Adat Uri menggelar pelatihan pertanian alami di Komunitas Adat Uri, Desa Pengkendekan, Kecamatan Rongkong yang diikuti oleh 18 peserta terdiri dari 7 perempuan dan 11 laki-laki. Kegiatan ini merupakan upaya pelestarian praktik bertani alami yang ramah lingkungan, menghasilkan produk pertanian yang lebih sehat, serta sebagai upaya untuk dapat meningkatkan ekonomi Masyarakat Adat Uri.
Komunitas belajar dan berpraktik membuat pupuk organik dari bahan sekitar, seperti keong, cangkang telur, tulang sapi, serta buah jambu atau pisang/bonggol. Selain itu, mereka juga memanfaatkan mikroorganisme lokal (MOL) dari bambu dan membuat pestisida alami dari bahan-bahan nabati, seperti bawang, kunyit, lengkuas, dan jahe, sesuai kebutuhan pengendalian hama.
Selain itu, Masyarakat Adat Uri memanfaatkan Pendanaan Langsung Nusantara Fund untuk membangun Gerai Rongkong, sebuah pusat pemasaran produk kreasi Komunitas Masyarakat Adat Uri. Gerai Rongkong terletak di Dusun Salutallang, Ibukota Kecamatan Rongkong. Lokasi ini dipilih karena merupakan daerah yang ramai dikunjungi wisatawan. Terletak di kawasan wisata, Gerai Rongkong menjadi jembatan untuk produk seperti madu, kopi, dan tenunan khas yang dihasilkan Masyarakat Adat Uri dan Komunitas Masyarakat Adat lain yang ada di Rongkong menjangkau pasar lebih luas.
Dalam sistem pertanian adat, bercocok tanam bukan sekadar upaya produksi pangan, tetapi juga bagian dari filosofi hidup yang menempatkan alam sebagai mitra yang harus dihormati. Alam menyediakan segala kebutuhan manusia, tetapi tidak akan pernah cukup untuk memenuhi keserakahan. Praktik pertanian tradisional lahir dari proses panjang interaksi masyarakat adat dengan lingkungan mereka selama ratusan hingga ribuan tahun. Para leluhur telah melakukan berbagai pengamatan dan percobaan untuk menemukan cara terbaik dalam meningkatkan produktivitas pertanian tanpa mengorbankan keseimbangan ekosistem.
Bagi masyarakat adat, pertanian bukan hanya soal menanam dan panen, tetapi juga wujud dari siklus kehidupan yang saling berkelindan dengan wilayah adat. Agar manfaatnya tetap berkelanjutan, prinsip mengambil secukupnya harus selalu diiringi menjaga alam untuk mengembalikan apa yang telah diambil, memastikan bahwa sumber daya tetap lestari bagi generasi mendatang.
Dari segi ekonomi, pertanian tradisional memiliki keunggulan dalam hal efisiensi biaya. Dengan mengandalkan bahan dari sekitar, petani dapat mengurangi pengeluaran mereka dan tetap dapat meningkatkan produktivitas pertanian. Hal ini terbukti dari studi di berbagai komunitas adat di Asia Tenggara yang menunjukkan bahwa sistem pertanian berbasis kearifan lokal lebih tahan terhadap fluktuasi harga bahan-bahan pendukung pertanian. Selain itu, penelitian dari World Agroforestry Centre mengungkapkan bahwa praktik agroekologi yang menghormati siklus alam mampu meningkatkan kesuburan tanah dan produktivitas lahan dalam jangka panjang tanpa menyebabkan degradasi ekosistem.
Sayangnya, banyak kebijakan pembangunan masih bertentangan dengan prinsip ini. Alih-alih mendukung sistem pertanian berbasis kearifan lokal, banyak kebijakan justru mendorong eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan. Oleh karena itu, diperlukan pergeseran paradigma dalam perumusan kebijakan agar lebih mendukung siklus hidup yang seimbang antara manusia dan alam.
Selain itu praktik pertanian tradisional perlu beradaptasi karena menghadapi berbagai tantangan baru yang belum pernah dihadapi oleh leluhur di masa lalu-Misal perubahan iklim, yang menyebabkan pergeseran musim tanam dan panen, serta peningkatan jumlah dan jenis hama dan penyakit tanaman.
Lantas, bagaimana cara beradaptasi? Dengan memadukan teknologi modern yang tepat guna dan praktik tradisional yang sudah teruji bisa menjadi solusi. Dokumentasi pengetahuan lokal, pelatihan regenerasi petani muda, serta penguatan kebijakan yang mendukung pertanian berbasis kearifan lokal perlu terus dikembangkan. Selain itu, penggunaan teknologi ramah lingkungan masa kini, seperti irigasi hemat air, sistem pertanian agroforestri, serta teknik pemantauan cuaca berbasis komunitas, dapat membantu petani beradaptasi tanpa harus meninggalkan nilai-nilai kearifan lokal mereka.
Masyarakat Adat Uri telah membuktikan bahwa kembali ke pertanian alami bukan sekadar romantisme masa lalu, tetapi sebuah langkah strategis dalam menjaga kedaulatan pangan, keseimbangan ekosistem, dan hak atas tanah adat. Dengan dukungan kebijakan yang berpihak dan partisipasi aktif masyarakat, praktik pertanian berbasis tradisi dapat menjadi solusi untuk tantangan lingkungan dan sosial di masa kini dan mendatang.