TOTAL DANA 2025 - 2027

$500,000

Re-Granting - General Support

TOTAL DANA AGUSTUS 2023 - JULI 2024

$250,000

Institutional Support

TOTAL DANA OKTOBER 2024 - SEPTEMBER 2029

$5,000,000

General Support

TOTAL DUKUNGAN DANA $800,000

Agustus 2023 - September 2024 ( $300,000 )
Februari 2025 - Juli 2026 ( $500,000 )

Pendanaan Langsung ( Re-Granting )

TOTAL DUKUNGAN DANA 2023 - 2027

$1,050,000

Re-Granting - General Support

TOTAL DANA 2024 - 2026

$2,500,000

Re-Granting - Endowment
S2038K1 Serikat Tani Kerja Gerak Bersama (STKGB)_Pendidikan perkoperasianpertanian
Sumber Foto : Serikat Tani Kerja Gerak Bersama (STKGB)

Serikat Tani Kerja Gerak Bersama (STKGB)

Program

Penguatan Organisasi Rakyat melalui Pendidikan Akademi reforma Agraria Sejati (ARAS)

Organisasi Pendamping
KPA
Lokasi
Tulang Bawang, Lampung
Pendanaan Langsung
Rp75,000,000
Periode
Mulai
01/06/2024
Berakhir
30/10/2024
Target
Pusat Pendidikan Rakyat
Status
Selesai

Bagikan ke :

Facebook
WhatsApp
X

Dari Ladang ke Lumbung Bersama: STKGB Bangun Koperasi untuk Perkuat Perjuangan Agraria

Tulang Bawang – Di tengah derasnya arus investasi dan maraknya konflik agraria yang belum usai, sekelompok petani dari Serikat Tani Kerja Gerak Bersama (STKGB) menunjukkan arah berbeda. Alih-alih menyerah pada ketimpangan, mereka justru membangun kekuatan dari akar rumput melalui pendidikan koperasi yang digelar pada 29–30 Agustus 2024 di Tulang Bawang, Lampung.

Kegiatan bertajuk Pendidikan Perkoperasian Pertanian Rumah Tangga untuk Penguatan Ekonomi ini digagas sebagai respons atas ketimpangan struktur kepemilikan tanah dan melemahnya daya tawar petani kecil. Selama dua hari penuh, puluhan petani dan kader STKGB berdiskusi, belajar, dan menyusun rencana konkret untuk membentuk koperasi yang lahir dari kebutuhan nyata masyarakat.

Dalam sambutannya, Ketua STKGB Sukirji menegaskan bahwa koperasi bukanlah proyek jangka pendek, melainkan fondasi untuk membangun kemandirian ekonomi anggota. Hal senada disampaikan oleh Sugianto dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) wilayah Lampung, yang menyebut bahwa koperasi dan reforma agraria harus berjalan seiring. “Tidak ada reforma agraria tanpa koperasi, dan tidak ada koperasi yang kokoh tanpa perjuangan atas tanah,” ujarnya.

Materi pelatihan disampaikan secara mendalam dan membumi. Peserta diajak menelaah data konflik agraria di Indonesia dari 2015 hingga 2024 yang mencapai lebih dari 2.700 kasus. Situasi tersebut dinilai sebagai akibat dari kebijakan negara yang cenderung berpihak pada investasi dan meninggalkan rakyat kecil.

Namun, kegiatan ini tidak hanya berbicara soal masalah. Para peserta juga menyusun solusi bersama. Di hari kedua, mereka menetapkan nama koperasi yang akan dibentuk—dengan dua opsi: STKGB Rukun Sejahtera dan STKGB Sejahtera Bersama. Jenis usaha yang dipilih adalah koperasi pemasaran kebutuhan pokok. Simpanan pokok, simpanan wajib, pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU), hingga sistem pengawasan internal dirumuskan secara demokratis.

Menariknya, peserta juga menyusun strategi mitigasi risiko secara rinci—mulai dari risiko keterlambatan simpanan, tantangan logistik, hingga tata kelola keuangan. Semua itu menjadi bukti bahwa koperasi yang dirancang bukan sekadar wadah jual-beli, melainkan lembaga ekonomi rakyat yang serius, transparan, dan berorientasi pada kesejahteraan bersama.

Di akhir pelatihan, kepengurusan koperasi ditetapkan dengan masa jabatan tiga tahun. Para pengurus terpilih berasal dari kalangan petani sendiri, dengan harapan mampu menjembatani kepentingan dan kepercayaan anggota.

Lebih dari sekadar pendidikan teknis, kegiatan ini menjadi penanda arah baru dalam gerakan petani—mengubah perlawanan menjadi pembangunan, dan mengubah ketergantungan menjadi kemandirian. Di tangan para petani STKGB, koperasi bukan hanya alat ekonomi, tapi juga simbol solidaritas dan harapan.

Scroll to Top