
Kelompok Tani Sewu Bewa dan Ripi Walo adalah dua kelompok tani yang berada di Kampung Detukopi, Desa Liakutu, Kecamatan Mego, Nusa Tenggara Timur dengan jumlah anggota masing-masing kelompok sebanyak 17 orang. Sementara untuk jumlah penduduk Desa Liakutu adalah sebanyak 1.049 orang (laki-laki: 513, perempuan: 536). Sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai petani. Lahan pertanian yang diolah oleh petani tersebut adalah lahan pertanian kering yang ditanami tanaman pangan (padi, jagung), hortikultura (lombok, tomat, kacang merah) dan tanaman kayu umur panjang (kemiri, kakao dan kopi). Selain itu, salah satu sumber penghidupan yang mendukung petani adalah ketersediaan sumber daya air yang berlimpah hingga 8 Mata air.
Pada tahun 2000-an, Kampung Detukopi dijadikan sebagai titik survey untuk mengetahui potensi penambangan emas. Dari hasil survey yang dilakukan pemda, ditemukan bahwa deposit emas yang ada di Kampung Detukopi dan sekitarnya masih tergolong emas muda, sehingga perlu menunggu waktu 20-30 tahun lagi untuk dilakukan penambangan. Mengetahui hal tersebut, pada tahun 2000-2003 masyarakat Desa Liakutu kemudian melakukan protes keras melalui aksi demonstrasi di kantor DPRD Sikka dan Pemerintah Daerah Sikka untuk menolak rencana tambang emas di wilayahnya. Hal ini didasari atas pengetahuan masyarakat yang menyadari dampak negatif terhadap tambang.
Beberapa dampak buruk aktivitas pertambangan antara lain terjadi penurunan permukaan tanah, penurunan kualitas tanah, penurunan tutupan vegetasi, deforestasi, menurunnya debit air bahkan kekeringan, erosi dan tanah longsor, belum lagi dampak terhadap aspek sosial ekonomi seperti konflik di antara masyarakat lokal, kesehatan masyarakat, perubahan sosial dan kultural, kesejahteraan psikologis, berkurangnya hasil produksi pertanian, degradasi lingkungan dan sumber daya air, bahkan hilangnya sumber penghidupan petani karena kehilangan lahan garapannya yang berubah menjadi lahan pertambangan.

Oleh karena itu, perlunya peningkatan pengetahuan, penguatan organisasi dan pendampingan dari para pihak untuk membangun kesadaran masyarakat menjadi hal penting untuk dilakukan agar masyarakat memiliki pemahaman mengenai upaya pencegahan aktivitas tambang dan dampak buruk yang diakibatkan oleh tambang emas di Desa Liakutu. Di samping itu, lahan yang dimiliki petani perlu diolah dengan baik dan berkelanjutan. Penggunaan herbisida, pupuk dan pestisida kimia telah mempengaruhi perkembangan hasil produksi petani. Lebih lanjut dampak perubahan iklim juga telah memberi dampak yang besar terhadap hasil produksi petani yang semakin menurun.
Peningkatan Pengetahuan untuk Pertanian Berkelanjutan
Sejak dibentuk, Kelompok Tani Sewu Bewa dan Ripi Walo tidak ada pendampingan dari Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Dinas Pertanian sehingga kelompok petani masih perlu pendampingan dan peningkatan pengetahuan mengenai manajemen pengorganisasian. Selain itu, kelompok petani juga membutuhkan pelatihan untuk meningkatkan produktivitas pengolahan lahan pertaniannya. Hingga saat ini, lahan pertanian yang digarap kelompok petani masih sangat sedikit karena kondisi tanah dan iklim di wilayahnya yang masuk dataran tinggi sehingga mengakibatkan minimnya minat petani untuk mengolah lahan tersebut. Akibatnya banyak lahan kosong dan tidak produktif.
Pada tahun 2024, untuk pertama kalinya Kelompok Tani Sewu Bewa dan Ripi Walo mendapatkan dukungan. Dukungan tersebut dari Nusantara Fund dan dampingan dari Wahana Tani Mandiri (WTM) untuk program “penguatan kapasitas penguasaan lahan melalui pengembangan usaha pertanian berkelanjutan”.
Implementasi program ini dilaksanakan melalui pemberian bantuan polybag, bibit/benih (pala, kacang merah, wortel), penyediaan alat dan bahan pembuatan pupuk pestisida organik (gentong, terpal, alat semprot, M4, parut), papan tulis untuk mendukung inventaris kelompok dan pelatihan mengenai kesuburan tanah, pemupukan, pupuk dan pestisida organic, pengendalian hama penyakit, manajemen kelompok, budidaya tanaman. Disamping itu, informasi dan pengetahuan lingkungan terus disosialisasikan dan diinformasikan setiap ada kegiatan bersama.
Riantoanus Panggao Anggota Kelompok Tani Ripi Walo menyebutkan bahwa: “Dukungan Dana Nusantara dan pendampingan dari WTM, telah membawa banyak perubahan dalam kelompok. Saat ini petani mulai berpikir dan melirik tanaman pertanian. Selain pala, petani mulai melakukan pembibitan mandiri seperti kakao, pepaya dan alvokat”.
Lebih lanjut ia menjelaskan “Petani muda jangan bersantai. Dengan posisi masih sehat dan masih muda, kita punya waktu panjang, jangan sampai terlambat. Lahan tidur masih banyak jadi kesempatan untuk menanam terus dalam jumlah banyak”, kata Rintoanus Panggo.

Dengan pengetahuan tentang pupuk kimia dan organik, petani mulai aktif membicarakan dan berhenti menggunakan pupuk kimia serta mulai memanfaatkan pupuk organik yang dibuat kelompok. Biasanya, di masa persiapan lahan dan tanam, petani mulai melakukan pengadaan pupuk dan pestisida organik dari Maumere. Saat ini, petani mulai menggunakan dan mengaplikasikan pupuk organik cair yang dibuat kelompok. Aplikasi pupuk organik di tanaman sayuran yang dikembangkan membuat tanaman tumbuh lebih baik. Selain pembuatan bersama di kelompok, ada petani yang membuat pupuk organik cair secara mandiri di rumah.
Praktik terasering pada lahan yang miring mulai dilakukan petani Detukopi. Ada petani yang berniat untuk mengembangkan ladang tetap dengan terus mengupayakan kesuburan tanah dengan pembuatan terasering dan penggunaan pupuk organik. Untuk perkembangan program di Kelompok Tani Sewu Bewa dan Ripi Walo sedang persiapkan lahan untuk penanaman wortel dan kacang merah. Selain itu perawatan tanaman di pembibitan terus dilakukan, disamping itu dilakukan persiapan lubang untuk penanamannya.