“Wahai Bukit Serut yang gundul, jadilah kau ditumbuhi hutan kayu!”, ujar Si Pahit Lidah, sekejap bukit itu pun berubah menjadi hutan kayu
Cerita Rakyat Si Pahit Lidah
Cerita rakyat tentang kesaktian Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah dikenal di daerah Sumatera bagian selatan termasuk Provinsi Sumsel, Jambi, Lampung, dan Bengkulu. Menurut hikayat, untuk mempermudah tugasnya, Si Pahit Lidah menikah dengan puteri Raja Serawai di Bengkulu. Karena itulah, meski asal-usul suku Serawai masih belum bisa dirumuskan secara ilmiah, berdasarkan sejarah tutur uraian atau cerita dari orang-orang tua, asal-usul leluhur Suku suku ini adalah Serunting Sakti atau acap dikenal sebagai Si Pahit Lidah.
Sebagian besar masyarakat Suku Serawai berdiam di wilayah pesisir Bengkulu yakni kabupaten Bengkulu Selatan dan Kabupaten Seluma. Kawasan pesisir barat Bengkulu, sepanjang bibir pantai Seluma hingga ke pantai Pasar Talo merupakan zona sabuk hijau, sekaligus daerah rawan bencana. Kearifan lokal Suku Serawai terkait dengan zona sabuk hijau ini adalah dengan menanam aling-aling (pengaling) dalam hutan adat.
Dari zaman dahulu, pengaling bagi Suku Serawai menjadi bukan hanya menjadi pembatas lahan perkebunan dan pemukiman dengan pantai. Namun juga berfungsi sebagai pelindung pesisir dari ancaman abrasi dari gelombang laut, terpaan angin, atau bencana tsunami. Area ini juga menjadi hunian ragam fauna seperti kera, burung dan lainnya, selain itu hutan pantai juga menjadi instrumen penting untuk mengurangi resiko bencana tsunami maupun abrasi. Area pengaling juga menjadi pendukung ekosistem wilayah adat Serawai Pasar Seluma sebagai penopang kehidupan yang turun temurun disebut wilayah “Buluan” untuk pencaharian Berawang (mencari ikan), Berutan (mengambil makanan jenis batang untuk sayur), dan Beremis (mencari binatang sejenis kerang di pinggir pantai).
Bentang pengaling salah satunya dapat ditemukan di Pasar Seluma yang merupakan wilayah dari Suku Serawai. Pengetahuan lokal bahwa pengaling adalah pelindung pesisir sehingga tidak dibuka oleh masyarakat dan bahwa tidak pernah ada masyarakat yang mengklaim area pengaling sebagai hak milik karena area ini adalah milik bersama masih lekat diingat oleh para sesepuh Serawai di Pasar Seluma. Namun bentang pengaling Pasar Seluma makin tergerus hari demi hari, banyak tanaman yang berfungsi sebagai pengaling mati atau hancur. Bukan hanya karena faktor alami dari abrasi gelombang dan angin laut, ancaman perusakan dari industri perkebunan dan pertambangan pasir besi yang dipicu anggapan bahwa pengaling sebagai wilayah tak bertuan turut ditengarai menjadi penyebab.
Jika saja Si Pahit Lidah leluhur Serawai masih ada, mungkin tinggal ucap hanya butuh sekejap agar kembali rimbun wilayah pengaling. Tentu menghadapi tantangan ini komunitas masyarakat adat Serawai Pasar Seluma tidak berpangku tangan menunggu keajaiban. Mereka bergotong royong melakukan reboisasi pada Desember 2022 dengan dukungan pendanaan langsung Nusantara Fund. Dari survey lokasi dan pemetaan lokasi pengaling yang dilakukan oleh para pemuda/pemudi Pasar Seluma bersama para sesepuh Pasar Seluma sebelum kegiatan reboisasi, luas bentang aling-aling pasar Seluma yang teridentifikasi mencapai kisaran total 22 Hektar, dan berdampak pada komunitas Suku Serawai sebanyak 250 ribu orang dan warga di Kabupaten Bengkulu Selatan Laki-laki 84.785 orang dan Perempuan 81.464 orang, dan Kabupaten Seluma Laki-laki 110.118 orang dan Perempuan 103.637 orang.
Penanaman pohon Pinang batara dan Kelapa dilakukan di area pengaling yang sudah hancur tidak terdapat lagi pepohonan dan masuk dalam wilayah hutan adat. Tujuan lain dari penanaman pohon ini selain restorasi adalah sebagai penanda wilayah adat yang mereka lindungi. Penanaman tersebut diharapkan dapat mengembalikan keseimbangan ekosistem dan memaksimalkan fungsi pengaling dalam meredam abrasi laut, terpaan angin, serta mengurangi gelombang tinggi air laut yang masuk ke kawasan hutan adat. Kemudian juga sebagai penanda agar pasir besi yang ada wilayah adat tersebut tidak diambil.
Kegiatan reboisasi ini menjadi upaya lintas generasi masyarakat Adat Serawai Pasar Seluma dalam merawat dan melindungi wilayah hutan adat sebagai penyokong kehidupan pesisir. Perempuan, lelaki, kaum muda, tua, tetua, bersama satu padu. Sekaligus mentransfer pengetahuan dan kearifan mengenai pengaling dari tetua ke kaum muda, agar yang muda tak lupa dan kelak tumbuh generasi penerus pelindung nusantara. Perjuangan masih panjang untuk memastikan keberlangsungan pengaling dengan mendorong kebijakan pengakuan negara terhadap pengaling Serawai Pasar Seluma sebagai Hutan Komunal Masyarakat Adat Serawai Pasar Seluma.