
Kelompok Masyarakat Adat dan Tempatan Rempang Bersatu
Program
Advokasi Legalitas Masyarakat Melayu Tua dan Masyarakat Tempatan di Pulau Rempang yang Berhadapan dengan Proyek Strategis Nasional
Organisasi Pendamping
Lokasi
Pendanaan Langsung
Periode
Mulai
Berakhir
Target
Status
Bagikan ke :
Menjaga Keberlanjutan Masyarakat Adat Melayu Tua dan Masyarakat Tempatan di Pulau Rempang
Kelompok Masyarakat Adat dan Tempatan Rempang Bersatu (MATRA Rempang) dibentuk untuk memperjuangkan hak-hak Masyarakat Adat Melayu Tua dan Masyarakat Tempatan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau. Ancaman pembangunan kawasan industri dan pariwisata mengancam keberadaan mereka di tanah leluhur yang telah ditempati sejak 1834. Untuk mempertahankan kedaulatan wilayah adat, MATRA Rempang menguatkan advokasi melalui peningkatan kapasitas dan kesadaran hukum, didukung oleh Pendanaan Langsung Nusantara Fund.
MATRA Rempang memprioritaskan pemetaan partisipatif dalam upaya memperjuangkan hak atas tanah. Dengan pelatihan Sistem Informasi Geografis (SIG), komunitas dari lima kampung tua—Kampung Sembulang Pasir Merah, Sembulang Hulu, Pasir Panjang, Sembulang Camping, dan Blongkeng—serta Sungai Buluh, dilatih untuk memetakan wilayahnya secara mandiri. Hasilnya, luas wilayah adat berhasil dipetakan mencapai 3.245 hektar, yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk pengajuan pengakuan legal hak atas tanah.
Selain memperjelas batas-batas wilayah adat, pemetaan ini memperkuat posisi hukum masyarakat dalam advokasi dan pengakuan hak. Kelompok MATRA Rempang mengusulkan pengakuan legal atas 1.354,66 hektar lahan di Kampung Pasir Panjang dan Kampung Sembulang Hulu sebagai upaya melawan pencaplokan tanah dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Mendapatkan pengakuan hukum atas wilayah adat menjadi krusial di tengah ekspansi proyek pembangunan yang selalu agresif.
Selain advokasi hak tanah, MATRA Rempang juga menginisiasi rehabilitasi ekologi berbasis pertanian alami. Di lahan seluas 4 hektar di Kampung Sembulang Hulu dan Kampung Pasir Panjang, masyarakat menerapkan sistem tumpang sari dengan menanam kemangi, kangkung, cabai, dan pisang. Metode ini mengurangi ketergantungan pada bahan kimia dan herbisida, menggantinya dengan pupuk organik berbasis mikroorganisme lokal. Hasilnya, produktivitas lahan meningkat, risiko gagal panen berkurang, dan ekonomi masyarakat semakin kuat. Selain itu, masyarakat juga mengembangkan demplot pembibitan tanaman yang berfungsi sebagai pusat pelatihan pertanian alami.
Dengan pemetaan partisipatif, pengajuan legalitas hak tanah, pendampingan hukum, penguatan advokasi, dan penerapan pertanian alami, MATRA Rempang menegaskan bahwa Masyarakat Adat mampu mengelola wilayahnya secara berkelanjutan.