TOTAL DANA 2025 - 2027

$500,000

Re-Granting - General Support

TOTAL DANA AGUSTUS 2023 - JULI 2024

$250,000

Institutional Support

TOTAL DANA OKTOBER 2024 - SEPTEMBER 2029

$5,000,000

General Support

TOTAL DUKUNGAN DANA $800,000

Agustus 2023 - September 2024 ( $300,000 )
Februari 2025 - Juli 2026 ( $500,000 )

Pendanaan Langsung ( Re-Granting )

TOTAL DUKUNGAN DANA 2023 - 2027

$1,050,000

Re-Granting - General Support

TOTAL DANA 2024 - 2026

$2,500,000

Re-Granting - Endowment

Dari Pedawa untuk Bumi: Sekolah Adat dan Aren Hadapi Over Tourism

Masyarakat Adat Pedawa merupakan Masyarakat Aat yang tinggal di Desa Adat Pedawa Kabupaten Buleleng, Bali. Desa Adat Pedawa adalah salah satu desa tua Bali Aga atau Bali Mula, merupakan suku Bali yang diyakini sebagai penduduk asli Bali.

Awalnya, Pedawa dikenal dengan nama Gunung Tambleg, penamaan ini karena leluhurnya berasal dari Tamblingan sekaligus menggambarkan penduduknya yang lugu atau polos. Masyarakat Adat Pedawa memiliki tata cara ritual yang berbeda dari Masyarakat Adat lain di Bali, misalnya tata cara pemakaman tidak menganut sistem kremasi jenazah. Kata Pedawa sendiri berasal dari kata pedawang yang berarti semuanya sama, tidak ada yang berkasta. Tahun 2024, jumlah penduduk Desa Adat Pedawa sebanyak 6.163 orang, 50 persen di antaranya adalah anak-anak dan generasi muda yang tersebar di lima banjar adat (sambangan).

Desa Adat Pedawa sudah dihuni sejak masa megalitikum. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan peninggalan berupa sarkofagus dan tempat pemujaan seperti tumpukan batu dan gundukan tanah. Desa Adat Pedawa memiliki ritual, tradisi, dan budaya yang sangat adiluhung dan berharga. Banyak filosofi kehidupan dalam setiap ritual dan tradisi budayanya. Namun saat ini, tradisi, budaya, ritual, dan bahkan filosofi hidup dari semuanya mulai tergerus seiring perkembangan zaman dan jumlah kunjungan wisatawan yang berlebihan. Kondisi over tourism (jumlah wisatawan yang berkunjung melebihi daya tampung) di Bali cukup meresahkan, salah satu dari yang terburuk di dunia. Hingga agustus 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 616.641 Turis Asing berkunjung di Bali.

Over Tourism di Bali berdampak terhadap mulai menghilangnya budaya. Secara kasat mata semakin sedikit generasi muda yang bisa melakukan ritual tradisi budaya dan tidak memahami filosofi di balik tradisi, budaya, dan ritual tersebut. Selain itu, jika seseorang bukan Bali ditanyakan mengenai Bali maka jawaban yang terlontar seperti “orang asing, turis, dan bule,” bukan tentang bagaimana kayanya budaya di Bali.

Kondisi ini juga terbaca di Desa Adat Pedawa, lebih parah bahkan, anak muda makin banyak yang merantau dari desa ke kota mencari kerja. Yang tinggal di desa kebanyakan orang tua dan anak-anak yang masih sekolah. Tempat-tempat milik desa adat seperti bale banjar, wantilan desa kian hari kian sepi, karena tidak ada kegiatan adat atau rapat. Padahal lekat di ingatan para tetua, bagaimana dulu riuhnya warga berkumpul di bale banjar, anak-anak ramai bermain sambil belajar tentang tradisi, budaya, ritual adat dari para orang tua di sini. Putusnya regenerasi pengetahuan, tradisi, adat, dan budaya jadi kekhawatiran besar para pimpinan adat di Desa Adat Pedawa.

Untuk menangkal dampak over tourism dan memastikan regenerasi pengetahuan adat kepada generasi adat selanjutnya, maka Masyarakat Adat Pedawa merevitalisasi pengetahuan adat dengan mendirikan Sekolah (Pasraman) Adat Manik Empul. Pasraman adalah lembaga pendidikan khusus bidang agama Hindu. Tujuannya adalah agar transfer pengetahuan, tradisi, budaya, dan ritual di Desa Adat Pedawa dari generasi tua ke generasi muda tidak terputus.

Peluncuran Pasraman Adat Manik Empul dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2024, dihadiri oleh kurang lebih 150 orang dari pemerintah terkait tingkat kecamatan hingga desa-desa tetangga, sekolah, dan media. Selain kegiatan peluncuran, pada hari yang sama dilakukan juga pelatihan fasilitator untuk 15 calon narasumber, fasilitator, guru terutama untuk menyamakan persepsi terkait metode ajar. Karena hampir seluruh narasumber sudah tahu dan memahami materi ajar, walaupun belum ada modul pembelajaran.

Terkait revitalisasi pengetahuan Sekolah Adat, Wayan Sadyana Selaku Ketua Sekolah Adat atau Pasraman Manik Empul menyebutkan:

Orang tua mempunyai tempat menumpahkan hal-hal yang selama ini tidak dapat tempat. Banyak orang tua bercerita pada saya tentang hal-hal yang dulu diketahuinya. Tidak  jarang orang tua bertanya kepada saya, ‘Wayan mencari-cari hal-hal yang kuno-kuno, ya?’ Kaki (kakek) tahu ada gending dan juga ada permainan zaman dulu,” kata seorang kaki.

Di kalangan remaja, ada ketertarikan mereka dengan cara-cara  kami mengajar secara kontekstual dimana kami memberikan peran pada mereka untuk menggali dan kami memfasilitasi.

Beberapa kali saya dikonfirmasi, ‘Kapan lagi kegiatan sekolah adat?’ Optimisme kalangan sekolah juga terjadi. Beberapa dari pimpinan sekolah yang ada di Desa Pedawa sudah konfirmasi tentang sinergi dengan sekolah adat. Ini menjadi pemantik bagi masuknya secara nyata unsur-unsur kearifan lokal dalam kurikulum sekolah.“

Wayan Sadyana – Ketua Pesraman Manik Empul

Pasca peluncuran, tim ahli penyusun kurikulum yang terdiri dari para tetua adat, pemuda, dan perempuan adat bekerja sama menyusun kurikulum dan paket modul pembelajaran berbasis nilai-nilai lokal untuk materi pengajaran di sekolah adat. Tiga paket modul Pasraman Adat Pedawa mencakup:

  • lelintih nemu gelang – sistem upacara adat yang diwariskan turun-temurun;
  • dangkayan – tempat suci dan sejarahnya;
  • air suci untuk prosesi adat – kegunaan dan proses pembuatan air suci.

Saat ini, modul pembelajaran masih dalam tahap finalisasi dan akan dicetak setelah mendapat persetujuan dari masyarakat Desa Adat Pedawa. Pedoman dan paket modul akan sangat memudahkan pembelajaran secara reguler, tidak hanya setahun sekali, melainkan setiap kegiatan Bulan Bahasa Bali berlangsung atau 6 bulan sekali. 

Pasraman Manik Empul juga diharapakan dapat mencairkan “kebekuan” antar generasi dalam penerusan narasi budaya. Seperti yang diungkapkan oleh Wayan Sadyana berikut.

Selama ini anak-anak muda cenderung merasa pakewuh atau sungkan untuk bertanya hal-hal adat karena takut dianggap ‘tidak sopan’ atau dalam Bahasa Pedawa sering disebut ‘wayahan kebungut’, artinya berlaku sok dewasa kala bertanya hal-hal  adat. Dengan adanya sekolah adat, anak-anak dan para remaja seolah diberi tempat untuk saling meneruskan dan menerima narasi kearifan lokal.”

Wayan Sadyana – Ketua Pesraman Manik Empul

Untuk memastikan pasraman tetap berjalan serta mendukung kemandirian ekonomi desa, Desa Adat Pedawa juga berencana untuk mendirikan Badan Usaha Milik Desa Adat (BUPDA). Dana tahunan dialokasikan untuk desa adat hanya Rp10 juta—belum cukup untuk mendukung operasional dan pengembangan sekolah adat.

Diskusi antara prajuru desa dan tim pasraman membahas peluang usaha desa wisata ekologis di Pedawa untuk menopang pendanaan sekolah adat. Pada Oktober 2024 diputuskan, pasraman akan dikembangkan menjadi “Pusat Belajar Bali Aga”, agar bisa sekaligus menjadi sumber pendapatan untuk menyokong operasional pasraman.

Selain meluncurkan Pasraman Masyarakat Adat Pedawa juga punya memiliki strategi baru untuk dalam melakukan konservasi sumber mata air dengan menanam bibit pohon aren yang memiliki nilai ekonomi sebanyak 300 pohon aren dan 150 tanaman penyangga ditanam di lahan seluas 4 hektar, tersebar di 18 sumber mata air Desa Pedawa.

Hal ini dilakukan untuk memudahkan Masyarakat Adat Pedawa mendapatkan air bersih. Meskipun Desa Adat Pedawa berada di ketinggian dan memiliki banyak sumber mata air namun Masyarakat Adat Pedawa masih kesulitan menemukan air bersih karena penggunaan sumur bor dan pengambilan air tanah secara berlebihan oleh pelaku usaha pariwisata.

Penanaman Bibit

Tanaman penjaga air seperti aren, bambu, dan beringin dulu melimpah, namun banyak yang ditebang berubah menjadi perkebunan cengkih. Jika tergerusnya tanaman penjaga mata air terus dibiarkan, dampak buruk pasti merambat.

Pohon aren adalah bagian penting dalam ekosistem Desa Pedawa. Aren telah lama berperan sebagai pohon tua penjaga sumber mata air. Aren juga jadi salah satu tumpuan ekonomi masyarakat selama bergenerasi, dari tuaknya untuk gula merah yang khas dan banyak diminati, maupun dari ijuk untuk bangunan suci dan daunnya untuk sarana upacara.

Keberlangsungan sumber mata air sangat erat kaitannya dengan keberlangsungan adat dan budaya Masyarakat Pedawa. Mereka memiliki seperangkat pengetahuan dan kearifan lokal tentang pemanfaatan dan keberadaan air, dikenal dengan istilah kayuan, sumber air atau mata air yang disakralkan untuk upacara adat dan keagamaan. Air suci dalam pandangan Masyarakat Pedawa tidak hanya diperoleh dari air yang disucikan oleh para pemuka agama atau pemangku adat, tapi juga air yang bersumber langsung dari alam, seperti air dari mata air, air sungai, dan air embun.

Upaya ini tidak hanya bertujuan mengembalikan potensi ekonomi berbasis aren yang turun-temurun telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Pedawa tapi juga menjaga keberlangsungan sumber air, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun air suci untuk keperluan upacara adat dan keagamaan.

Scroll to Top