
Jaringan Kerja Pendamping Masyarakat (JKPM) Wonosobo
Program
Memperkuat Akses dan Hak Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Wonosobo
Organisasi Pendamping
Lokasi
Pendanaan Langsung
Periode
Mulai
Berakhir
Target
Status
Bagikan ke :
Jaringan Kerja Pendamping Masyarakat (JKPM) Wonosobo
Ada tiga kelompok tani hutan (KTH) di Desa Sigedang, Jawa Tengah, yang mengelola lahan perhutani sejak tahun 1999. Ketiga KTH itu masing-masing KTH Karya Remaja, KTH Mugi Lestari, dan KTH Karya Maju. Tanaman produksi yang mereka upayakan meliputi kentang, kopi, terong belanda, dan alpukat. Total anggota dari ketiga KTH tersebut sejumlah 82 orang dengan luas keseluruhan wilayah yang dikelola mencapai 105 hektar. Meskipun ketiga KTH tersebut telah mengelola lahan perhutani sejak dulu, tetapi akses legal formal atas lahan tersebut belum mereka peroleh sampai dengan sekarang.
Atas dasar itu, Pendanaan Langsung Nusantara Fund untuk ketiga KTH tersebut dimanfaatkan untuk mengurus izin pengelolaan hutan melalui skema kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDPK). Dengan legalitas atas lahan tersebut, mereka tidak hanya mendapatkan kepastian hukum atas hak mereka untuk mengelola. Namun juga, mereka berkesempatan untuk memperbaiki tata kuasa, tata kelola, dan tata produksi masyarakat Desa Sigedang. Akses legal tersebut juga mengamankan kelangsungan pengelolaan hutan berkelanjutan oleh masyarakat secara langsung.
Rangkaian kegiatan mulai dari pemetaan sampai dengan penyerahan data yang diperlukan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), berlangsung kira-kira 2 bulan; akhir Juni sampai awal Agustus 2024. Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan: pelatihan pemetaan partisipatif, pemetaan partisipatif oleh 15 kader dari ketiga KTH, pembentukan pusat pendidikan rakyat, kampanye publik, dan penyerahan data ke KLHK. Kader ketiga KTH dilatih pemetaan partisipatif supaya mereka mampu melakukan penemuan titik, pemakaian teknologi bersistem geografis, hingga pada pengelolaan sumber daya manusia. Dalam kegiatan pemetaan partisipatif, mereka tidak hanya melakukan pemetaan luas wilayah, tetapi juga mengidentifikasi potensi ragam tanaman di setiap wilayah. Aspek kemandirian komunitas jadi penekanan sejak kegiatan pemetaan partisipatif, hingga dengan penyerahan data ke KLHK.
Ada beberapa perubahan yang dapat dipastikan terjadi pada diri masyarakat selama program berlangsung. Pertama, terkait pemahaman spasial dan yang berkaitan dengan pemetaan partisipatif. Dengan menguasai keterampilan pemetaan, mereka jadi bisa memahami wilayah kelola dan karakteristiknya. Pemahaman atas wilayah kelola juga meningkatkan pemahaman tentang pentingnya proses pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Keterampilan kedua terkait komunikasi dan negosiasi dengan pihak lain yang ada pada kegiatan kampanye publik dan pengusulan wilayah kelola rakyat (WKR) ke KLHK. Yang ketiga, secara langsung program ini memberikan dampak manfaat kepada 82 orang anggota. Namun, bila kita berbicara terkait dampak pengelolaan 105 hektar lahan oleh 82 orang anggota itu, program ini berpeluang memberikan manfaat setidaknya kepada 500 orang.