
Komunitas Sekolah Adat Jambu Ra Limbi
Program
Mengembangkan Komunitas Sekolah Adat Jambu Ra Limbi dalam Melestarikan Adat Istiadat Serta Melindungi Hak Tanah di Wilayah Sanggar
Organisasi Pendamping
Lokasi
Pendanaan Langsung
Periode
Mulai
Berakhir
Target
Status
Bagikan ke :
Menjaga Jejak Leluhur: Pelestarian Budaya dan Kedaulatan Wilayah Adat di Sekolah Adat Jambu Ra Limbi
Seiring perkembangan zaman, budaya dan pengetahuan adat seringkali tersisih, banyak generasi muda yang mulai kehilangan keterikatan dengan akar budayanya. Sekolah Adat Jambu Ra Limbi Sanggar berdiri sebagai upaya menjembatani jarak antara generasi muda dan akar budaya, merawat adat istiadat, dan mempertahankan hak-hak Masyarakat Adat.
Dengan dukungan Pendanaan Langsung melalui Nusantara Fund, program penguatan Sekolah Adat Jambu Ra Limbi yang terletak di Desa Kore, Kecamatan Sanggar, Kabupaten Bima berjalan pada awal Februari 2024 hingga Juni 2024. Pada bulan Februari, Sekolah Adat mengadakan pertemuan persiapan bersama komunitas dan tokoh adat untuk merumuskan dan menyepakati struktur pelaksanaan kegiatan.Termasuk penyusunan kerangka pendidikan adat seperti bahasa ibu, seni tradisional, olahraga adat, permainan rakyat, dan pengetahuan lokal tentang obat-obatan herbal. Kegiatan ini didampingi penuh oleh PD AMAN Bima.
Tahap berikutnya pada awal Maret adalah kegiatan penelusuran situs-situs budaya di wilayah adat Sanggar, berlangsung selama empat hari berturut-turut. Para fasilitator, tokoh adat, dan Masyarakat Adat, seluruh generasi bersama-sama mempelajari situs budaya bersejarah. Dimulai dengan mengunjungi Wadu Ntanda Rahi di Taloko, sebuah situs yang dikenal sebagai “Batu yang Menantikan Suaminya,” serta Rade Nae di Boro, sebuah makam kuno yang menyimpan cerita leluhur. Selain itu, dilanjutkan ziarah ke Mada Oi Tampiro di Piong, situs mata air yang diyakini sakral dan pernah menjadi saksi letusan Tambora. Fasilitator Sekolah Adat juga melakukan pembersihan situs sebagai bentuk penghormatan.
Terakhir, perjalanan berlanjut ke Doro Bedi dan Balambo di Kore, tempat yang dikenal sebagai pelabuhan kuno. Bukan sekadar ziarah, tetapi momen untuk mempelajari asal-usul komunitas dan pengetahuan adat yang diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi.
Kunjungan perjalanan juga berikut pendokumentasian paparan kisah dari tokoh adat setempat. Kisah-kisah tersebut mengandung nilai-nilai historis, spiritual, norma adat, semuanya sebagai panduan moral bagi masyarakat. Hasil pendokumentasian tersebut, kemudian dituliskan sebagai cerita utuh sebagai bahan ajar di Sekolah Adat Jambu Ra Limbi Sanggar.
Pada bulan April, Sekolah Adat Jambu Ra Limbi Sanggar menyelenggarakan pelatihan peningkatan kapasitas 14 fasilitator, terdiri dari 11 laki-laki dan 3 perempuan. Pelatihan diadakan selama lima hari dan dibimbing oleh Ketua BPH AMAN Bima, Ayaturahman, dan OKK AMAN Bima, Ade Purnawirawan. Materi pelatihan meliputi tugas dan peran fasilitator, sejarah budaya, hak-hak Masyarakat Adat, dan keterampilan berkomunikasi.
Fasilitator diajarkan menjadi penghubung antar generasi, terutama dalam mentransfer pengetahuan adat secara inklusif dan adaptif terhadap kebutuhan siswa. Selama pelatihan ini, fasilitator juga dilatih mengembangkan program pembelajaran inklusif dan responsif terhadap konteks adat, seperti diskusi kelompok, simulasi peran, dan pengamatan langsung. Pelatihan ditutup dengan evaluasi bersama, untuk memastikan kadar pemahaman peserta dalam pelatihan.
Setiap modul pembelajaran yang disusun, baik seni musik, bahasa ibu, maupun sejarah adat, berperan sebagai penjaga memori kolektif Masyarakat Adat Sanggar. Melalui cerita-cerita yang digali dari situs budaya dan ajaran dari tetua, Sekolah Adat Jambu Ra Limbi Sanggar menjadi pusat penghubung generasi muda dengan nilai-nilai leluhur.
Program ini juga mengintegrasikan pendidikan tentang pentingnya menjaga dan mempertahankan hak-hak masyarakat adat. Tidak hanya mengajarkan sejarah dan adat istiadat, namun Sekolah Adat Jambu Ra Limbi juga menyisipkan materi khusus tentang arti penting dari pengakuan atas wilayah adat dan hak-hak Masyarakat Adat. Melalui eksplorasi dan dokumentasi situs-situs bersejarah seperti Wadu Ntanda Rahi dan Mada Oi Tampiro, mereka juga mencatat bukti fisik dan cerita yang menguatkan klaim wilayah adatnya. Masyarakat Sanggar tidak hanya menjaga warisan budaya dan kearifan mereka, tetapi juga memosisikan diri sebagai pelindung wilayah adat. Bukan hanya soal mendokumentasikan tradisi dari memori dan lisan, tetapi menciptakan basis generasi muda penerus pertahanan hak dan wilayah adat yang diwariskan dari leluhur.