TOTAL DANA AGUSTUS 2023 - JULI 2024

$250,000

Institutional Support

TOTAL DANA OKTOBER 2024 - SEPTEMBER 2029

$5,000,000

General Support

TOTAL DANA 2023 - 2024

$300,000

Re-Granting

TOTAL DANA 2023 - 2025

$500,000

Re-Granting - General Support

TOTAL DANA 2024 - 2026

$2,500,000

Re-Granting - Core Support - Endowment

Filantropi Sebagai Katalisator untuk Kebutuhan Pendanaan Hadapi Krisis Iklim

Aksi Penanaman Bibit - LPHD Mantikole

The Jakarta Post (20/11/2024)- Tema United Nation COP29 (Conference of Parties 29) di Baku Azerbaijan yang berlangsung dari tanggal 12 – 23 November 2024 memiliki tugas utama bagaimana dari komitmen negara-negara kaya untuk memberikan dana mitigasi dan adaptasi perubahan iklim kepada negara-negara rendah dan menengah pendapatannya. Realisasi dari tugas ini masih menemui banyak hambatan. Dana yang dibutuhkan untuk dikumpulkan sebesar 2,4 Triliun US dolar hingga Tahun 2030 guna mendanai upaya mitigasi iklim berupa penurunan emisi dalam jumlah signifikan sekaligus juga upaya adaptasi berupa pengurangan dan dampak buruk dari perubahan iklim pada komunitas rentan. Tahun lalu negosiasi di COP28 di Dubai gagal mencapai kesepakatan, juga persiapan sebelum COP29 yang mana kesepakatan negara kaya untuk menyediakan dana hanya 100 juta US Dolar per tahun tidak akan cukup sebagai new collective quantified goal (NCQG), sehingga di COP29 mungkin akan mengarah pada bentuk kompromi terkait hal ini.

Dalam konteks COP29 yang penting diperhatikan oleh Indonesia adalah bagaimana komitmen pendanaan iklim ini terjadi dan bagaimana ini dapat diakses oleh masyarakat yang telah melakukan aksi iklim. Oleh karena itu perdebatan global yang masih berlanjut memberikan kesempatan juga di semangat yang sama di bidang Filantropi yang dapat berperan sangat penting membantu kesenjangan upaya pendanaan iklim bagi komunitas. Contoh nyata peran-peran katalisator pendanaan aksi iklim untuk masyarakat didukung utamanya oleh Filantropis seperti Ford Foundation bekerjasama dengan BPDLH (Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup) memberikan dukungan dana melalui kampus dan lembaga non pemerintah untuk pemberdayaan masyarakat yang bergiat di aksi iklim di tingkat daerah terkait pelestarian hutan, gambut, dan bakau. Contoh lainnya juga dana yang diberikan oleh GIZ (Lembaga Kerjasama Internasional Jerman) untuk membantu pengakuan Hutan Adat di Masyarakat Adat di Kalimantan. Dan bentuk akselerasi pendanaan langsung non pemerintah ke Masyarakat Adat dan komunitas yang dilakukan Ford Foundation ke Dana Nusantara (Nusantara Fund) yang diinisiasi oleh AMAN, KPA, WALHI. Dana Nusantara didirikan 15 bulan paska kesepakatan COP 26 di Glasgow terkait pendanaan iklim.

Contoh peran-peran filantropi yang sukses menjadi katalisator seperti ini juga dapat dilakukan dalam berbagai bentuk melalui kemitraan dengan lembaga non pemerintah dan sektor swasta. Pendanaan juga dapat dilakukan di tingkat nasional dan regional dengan menerapkan prinsip “bergerak melakukan” baru kemudian melakukan perbaikan dan inovasi dalam meminimalisir hambatan. Sehingga kesenjangan dari perdebatan global di tingkat negara-negara dan akses pendanaan iklim yang tak kunjung pasti seperti di COP29 kali ini dapat dibantu oleh mekanisme non pemerintah dan Filantropi terutama menangani krisis iklim yang sedang berlangsung.

Scroll to Top