PROGRAM
Aliansi Masyarakat Menggugat Keadilan (AMMK)
ORGANISASI PENDAMPING : |
KPA
|
LOKASI : |
Aceh Timur, Aceh
|
PENDANAAN LANGSUNG | |
PERIODE : |
|
TARGET : |
Pemetaan Wilayah Adat, Wilayah Kelola Rakyat, dan Lokasi Prioritas Reforma Agraria, Pusat Pendidikan Rakyat
|
AKTIVITAS KUNCI : | |
STATUS : |
Selesai
|
JUDUL PROGRAM : |
Pendididikan Kader Reforma Agraria Sejati, Desa Jambo Reuhat, Mukim Alue Dama Puteh
|
Program Pendidikan Reforma Agraria AMMK: Perkuat Kedaulatan Tanah Masyarakat Jambo Reuhat
Aliansi Masyarakat Menggugat Keadilan (AMMK) adalah komunitas yang terbentuk atas aspirasi masyarakat di Desa Jambo Reuhat, Kecamatan Banda Alam, Kabupaten Aceh Timur, di tengah konflik agraria berkepanjangan akibat ekspansi perusahaan sawit di wilayah mereka. Konflik ini mengancam keberlangsungan hidup masyarakat yang bergenerasi bergantung pada tanah sebagai sumber penghidupan utama. Melihat kondisi ini, AMMK dengan dukungan Pendanaan Langsung Nusantara Fund melakukan program pendidikan kader reforma agraria yang dapat memperkuat kapasitas dalam mempertahankan akses dan penguasaan atas tanah mereka.
Langkah awal dalam Program Pendidikan Kader Reforma Agraria Sejati adalah pelatihan reforma agraria yang diikuti oleh tokoh adat, perangkat desa, anggota kelompok tani, serta orang muda dari Desa Jambo Reuhat dan sekitarnya. Para peserta dibekali dengan pemahaman mendalam tentang undang-undang agraria yang berlaku, hak adat atas tanah, dan adat atas tanah dan penguatan kapasitas organisasi rakyat & lembaga adat. Pendalaman mengenai reforma agraria disampaikan oleh para ahli dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) yang memberikan perspektif hukum dan strategi advokasi, membantu masyarakat memahami hak-hak mereka secara menyeluruh. Selain itu, metode partisipatif digunakan dalam pelatihan, para peserta aktif berdiskusi dan belajar membuat peta partisipatif wilayah adat mereka, sehingga mereka memiliki bukti kuat tentang batas-batas wilayah yang telah mereka kuasai secara turun-temurun.
Dalam pelatihan, terbentuklah poros baru, sebanyak 15 orang yang bersedia terlibat bergabung dalam payung “Perempuan Bangkit Bersama Peduli Lingkungan (PBBPL). Ke depan, AMMK berikut kelompok tani anggota akan terus mengadakan pertemuan berkala.Pertemuan ini menjadi ruang bagi anggota kelompok tani untuk berbagi informasi terbaru mengenai konflik agraria yang dihadapi, seperti penyerobotan lahan atau pembukaan lahan tanpa izin oleh perusahaan. Dalam pertemuan, setiap kelompok tani didorong untuk mengidentifikasi tantangan spesifik yang mereka hadapi di lapangan dan menyusun strategi kolektif dalam merespons masalah tersebut. Melalui pertemuan berkala, AMMK akan terus mendorong kerjasama dan kemitraan yang lebih baik antara organisasi rakyat, lembaga adat, dan pemangku kepentingan lainnya di tingkat lokal. Agar mampu menyatukan perspektif yang beragam dalam masyarakat untuk mendukung pendekatan yang konsisten dan menyeluruh dalam perjuangan hak atas tanah mereka. dengan.
Selain kegiatan advokasi dan konsolidasi, program juga mendorong praktik pertanian yang produktif dan berkelanjutan di komunitas. Sejumlah total 21.000 bibit (bibit kopi 10.000 batang – bibit pala 1500 batang – Bibit coklat 5000 batang – bibit pepaya 1500 batang – Bibit pete 2000 batang – Bibit lada 1000 batang) didistribusikan untuk merehabilitasi lahan seluas 81 Ha).. Bersamaan dengan distribusi bibit, AMMK juga mendistribusikan alat pertanian, seperti parang, cangkul, dan chainsaw mini, kepada komunitas. Agar para petani dalam pengelolaan lahan lebih mandiri dan produktif Penyaluran peralatan dan bibit kepada 200 orang dari 5 kelompok tani anggota AMMK (Kelompok Tani Sabee Na, Jambo Tani Na Mandiri, Jambo Tani Na Maju, Bangkit Sejarah, dan Perempuan Bangkit Bersama Peduli Lingkungan). sebanyak 200 orang adalah strategi untuk mempertahankan lahan masyarakat dengan melakukan penanaman bibit agroforestri di lahan masyarakat kelompok tani serta di wilayah hutan adat. Khusus untuk bibit lada dikelola Kelompok Perempuan Bangkit Bersama Peduli Lingkungan (PBBPL).
Dengan pelatihan yang telah diberikan, anggota masyarakat mampu mengekspresikan suara mereka dalam bentuk advokasi yang lebih kuat dan terorganisir. Termasuk audiensi dengan pemerintah lokal, dan penyusunan peta wilayah adat yang didokumentasikan secara resmi. Dengan memberikan pendidikan tentang hak agraria, advokasi, dan konsolidasi internal komunitas, AMMK memperkuat kemampuan masyarakat untuk mempertahankan hak mereka atas tanah yang secara historis telah menjadi milik mereka secara turun-temurun di tengah ancaman perebutan wilayah oleh perusahaan sawit.
Melalui pertemuan berkala, pelatihan reforma agraria, AMMK bukan hanya menanamkan kesadaran dan pemahaman, tapi juga menunjukkan bahwa Masyarakat Adat harus terus memperkuat posisi mereka dan mengembangkan mekanisme dan strategi dalam yang melindungi hak adat mereka di bawah kerangka hukum dan kebijakan yang berlaku. Dukungan terhadap praktik pertanian berkelanjutan akan mendorong mereka untuk terus melanjutkan pengelolaan lahan yang berkelanjutan, bagi mereka dan bagi alam. Karena bahwasanya, tanah yang dikelola oleh Masyarakat Adat cenderung lebih lestari, mereka memahami dan menerapkan nilai ekologis dan sosial yang diwariskan secara turun-temurun. Prinsip keberlanjutan yang mereka pegang teguh menjadi landasan penting dalam menjaga kelestarian lingkungan. Kombinasi antara pengetahuan agraria dan hukum dan prinsip keberlanjutan yang mereka miliki menjadi modal utama dalam memperjuangkan kedaulatan atas wilayah adat.
Aliansi Masyarakat Menggugat Keadilan (AMMK) adalah komunitas yang terbentuk atas aspirasi masyarakat di Desa Jambo Reuhat, Kecamatan Banda Alam, Kabupaten Aceh Timur, di tengah konflik agraria berkepanjangan akibat ekspansi perusahaan sawit di wilayah mereka. Konflik ini mengancam keberlangsungan hidup masyarakat yang bergenerasi bergantung pada tanah sebagai sumber penghidupan utama. Melihat kondisi ini, AMMK dengan dukungan Pendanaan Langsung Nusantara Fund melakukan program pendidikan kader reforma agraria yang dapat memperkuat kapasitas dalam mempertahankan akses dan penguasaan atas tanah mereka.
Langkah awal dalam Program Pendidikan Kader Reforma Agraria Sejati adalah pelatihan reforma agraria yang diikuti oleh tokoh adat, perangkat desa, anggota kelompok tani, serta orang muda dari Desa Jambo Reuhat dan sekitarnya. Para peserta dibekali dengan pemahaman mendalam tentang undang-undang agraria yang berlaku, hak adat atas tanah, dan adat atas tanah dan penguatan kapasitas organisasi rakyat & lembaga adat. Pendalaman mengenai reforma agraria disampaikan oleh para ahli dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) yang memberikan perspektif hukum dan strategi advokasi, membantu masyarakat memahami hak-hak mereka secara menyeluruh. Selain itu, metode partisipatif digunakan dalam pelatihan, para peserta aktif berdiskusi dan belajar membuat peta partisipatif wilayah adat mereka, sehingga mereka memiliki bukti kuat tentang batas-batas wilayah yang telah mereka kuasai secara turun-temurun.
Dalam pelatihan, terbentuklah poros baru, sebanyak 15 orang yang bersedia terlibat bergabung dalam payung “Perempuan Bangkit Bersama Peduli Lingkungan (PBBPL). Ke depan, AMMK berikut kelompok tani anggota akan terus mengadakan pertemuan berkala.Pertemuan ini menjadi ruang bagi anggota kelompok tani untuk berbagi informasi terbaru mengenai konflik agraria yang dihadapi, seperti penyerobotan lahan atau pembukaan lahan tanpa izin oleh perusahaan. Dalam pertemuan, setiap kelompok tani didorong untuk mengidentifikasi tantangan spesifik yang mereka hadapi di lapangan dan menyusun strategi kolektif dalam merespons masalah tersebut. Melalui pertemuan berkala, AMMK akan terus mendorong kerjasama dan kemitraan yang lebih baik antara organisasi rakyat, lembaga adat, dan pemangku kepentingan lainnya di tingkat lokal. Agar mampu menyatukan perspektif yang beragam dalam masyarakat untuk mendukung pendekatan yang konsisten dan menyeluruh dalam perjuangan hak atas tanah mereka. dengan.
Selain kegiatan advokasi dan konsolidasi, program juga mendorong praktik pertanian yang produktif dan berkelanjutan di komunitas. Sejumlah total 21.000 bibit (bibit kopi 10.000 batang – bibit pala 1500 batang – Bibit coklat 5000 batang – bibit pepaya 1500 batang – Bibit pete 2000 batang – Bibit lada 1000 batang) didistribusikan untuk merehabilitasi lahan seluas 81 Ha).. Bersamaan dengan distribusi bibit, AMMK juga mendistribusikan alat pertanian, seperti parang, cangkul, dan chainsaw mini, kepada komunitas. Agar para petani dalam pengelolaan lahan lebih mandiri dan produktif Penyaluran peralatan dan bibit kepada 200 orang dari 5 kelompok tani anggota AMMK (Kelompok Tani Sabee Na, Jambo Tani Na Mandiri, Jambo Tani Na Maju, Bangkit Sejarah, dan Perempuan Bangkit Bersama Peduli Lingkungan). sebanyak 200 orang adalah strategi untuk mempertahankan lahan masyarakat dengan melakukan penanaman bibit agroforestri di lahan masyarakat kelompok tani serta di wilayah hutan adat. Khusus untuk bibit lada dikelola Kelompok Perempuan Bangkit Bersama Peduli Lingkungan (PBBPL).
Dengan pelatihan yang telah diberikan, anggota masyarakat mampu mengekspresikan suara mereka dalam bentuk advokasi yang lebih kuat dan terorganisir. Termasuk audiensi dengan pemerintah lokal, dan penyusunan peta wilayah adat yang didokumentasikan secara resmi. Dengan memberikan pendidikan tentang hak agraria, advokasi, dan konsolidasi internal komunitas, AMMK memperkuat kemampuan masyarakat untuk mempertahankan hak mereka atas tanah yang secara historis telah menjadi milik mereka secara turun-temurun di tengah ancaman perebutan wilayah oleh perusahaan sawit.
Melalui pertemuan berkala, pelatihan reforma agraria, AMMK bukan hanya menanamkan kesadaran dan pemahaman, tapi juga menunjukkan bahwa Masyarakat Adat harus terus memperkuat posisi mereka dan mengembangkan mekanisme dan strategi dalam yang melindungi hak adat mereka di bawah kerangka hukum dan kebijakan yang berlaku. Dukungan terhadap praktik pertanian berkelanjutan akan mendorong mereka untuk terus melanjutkan pengelolaan lahan yang berkelanjutan, bagi mereka dan bagi alam. Karena bahwasanya, tanah yang dikelola oleh Masyarakat Adat cenderung lebih lestari, mereka memahami dan menerapkan nilai ekologis dan sosial yang diwariskan secara turun-temurun. Prinsip keberlanjutan yang mereka pegang teguh menjadi landasan penting dalam menjaga kelestarian lingkungan. Kombinasi antara pengetahuan agraria dan hukum dan prinsip keberlanjutan yang mereka miliki menjadi modal utama dalam memperjuangkan kedaulatan atas wilayah adat.