TOTAL DANA AGUSTUS 2023 - JULI 2024

$250,000

Institutional Support

TOTAL DANA OKTOBER 2024 - SEPTEMBER 2029

$5,000,000

General Support

TOTAL DUKUNGAN DANA $800,000

Agustus 2023 - September 2024 ( $300,000 )
Februari 2025 - Juli 2026 ( $500,000 )

Pendanaan Langsung ( Re-Granting )

TOTAL DUKUNGAN DANA 2023 - 2025

$550,000

Re-Granting - General Support

TOTAL DANA 2024 - 2026

$2,500,000

Re-Granting - Core Support - Endowment
Pengelolaan lahan-011

PD AMAN Kamalisi

Program

Ketahanan Pangan Masyarakat Adat Nggolo di Salena

Organisasi Pendamping
AMAN
Lokasi
Kota Palu, Sulawesi Tengah
Pendanaan Langsung
Rp100.000.000,-
Periode
Mulai
01/02/2024
Berakhir
20/06/2024
Target
Ekonomi berkeadilan dan berkelanjutan, selaras dengan prinsip-prinsip Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal, Pusat Pendidikan Rakyat
Status
Selesai

Bagikan ke :

Facebook
WhatsApp
X

Ladang Tradisi untuk Kedaulatan Pangan Masyarakat Adat Nggolo di Salena

Saat ini, tantangan utama yang dihadapi Masyarakat Adat Nggolo yang berada di sisi paling barat Kota Palu, adalah semakin meluas dan masifnya wilayah konsesi kegiatan pertambangan (galian C). Luas wilayah adat Nggolo tak kurang dari 7.000 hektar, tersebar di dua wilayah Kota Palu dan Kabupaten Donggala. Berhembus kabar bahwa jutaan ton material untuk proyek Ibukota Nusantara (IKN) dari Kota Palu sebagian besar diambil dari Wilayah Adat Nggolo. Menghadapi deras tantangan, diperlukan upaya tanding mencegah kerusakan lingkungan dari pertambangan.

Sumber penghasilan utama Masyarakat Adat Nggolo adalah berladang/berkebun. Mereka menjalankan praktik-praktik tradisional yang menunjukkan penghormatan terhadap lingkungan dan pemahaman konservasi yang berbeda dari pendekatan modern, tetapi tetap mengedepankan kelestarian alam. Sebagai upaya tanding sekaligus menegakkan tradisi,  dengan dukungan Pendanaan Langsung Nusantara Fund dan pendampingan PD AMAN Kamalisi, Masyarakat Adat Nggolo di Salena merancang dan melakukan upaya daulat pangan. Upaya ini diharapkan dapat menjadikan praktik tradisional pertanian jadi bagian penting dalam strategi melindungi wilayah adat dari kerusakan lingkungan dari pertambangan.

Masyarakat adat Nggolo menjalani hidup mereka dengan keterikatan kuat pada tanah dan tradisi. Mereka memegang filosofi hidup “Indoku Dunia Umaku Langi” yang berarti “Ibu adalah bumi/tanah dan langit adalah bapak.” Dalam pandangan mereka, tanah adalah ibu, sementara hujan dari langit dianggap sebagai kasih sayang bapak. Makna dari filosofi ini memperlihatkan bahwa pola hidup dan cara bercocok tanam masyarakat Nggolo tidak bisa dipisahkan dari lingkungan alam. Salah satu praktik kearifan lokal mereka dalam pengelolaan lahan adalah sistem gilir balik dan zonasi wilayah.

Sistem gilir balik memungkinkan masyarakat untuk berladang/berkebun dengan berpindah lokasi sementara, memberi waktu pada lahan yang sudah diolah untuk beristirahat hingga kembali subur secara alami. Praktik ini sering disalahpahami sebagai kegiatan merusak hutan, padahal dalam pandangan Masyarakat Adat, metode gilir balik justru membuat tanah lebih subur setelah tanah ditinggalkan dan diistirahatkan beberapa waktu, rata-rata siklus mencapai puluhan tahun. Masyarakat Adat Nggolo di Salena juga menerapkan konservasi dengan cara mengkeramatkan pohon dan tempat tertentu. Sesaji atau nompakoni juga diberikan sebagai bentuk interaksi dengan alam.

Dalam kepemilikan tanah, Masyarakat Adat Nggolo menjalankan sistem komunal artinya tanah bukan milik individu, tetapi hak bersama yang diatur secara adat. Sistem zonasi wilayah meliputi: 1)Pangale – Hutan yang belum diolah; 2)Tinalu – Lahan dengan tanaman jangka pendek, menengah, dan panjang; 3)Bonde – Lahan berukuran kecil dengan tanaman jangka pendek. 4)Mpakamangi – Lahan yang dibuka tapi dibiarkan karena tanda-tanda tertentu. 5)Ova – Bekas lahan yang sudah ditumbuhi tanaman liar; 6)Ombo – Penghentian sementara pengelolaan SDA untuk tolak bala, seperti ombo rotan (5 tahun) atau kayu untuk produksi arang (3-6 bulan).

Dalam jual beli hasil bumi, interaksi ekonomi antar-komunitas adat juga terjadi. Beberapa anggota komunitas masyarakat adat PD AMAN Kamalisi, seperti Masyarakat Adat Vayanga dan Vaenumpu, sering membeli hasil bumi Masyarakat Adat Nggolo untuk dijual kembali di pasar. Langkah solidaritas ini membantu memperlancar penjualan hasil bumi dari Masyarakat Adat Nggolo di Salena sekaligus memperkuat konsolidasi berkelanjutan antar Masyarakat Adat..

Pada Februari 2024, musyawarah tingkat komunitas adat yang diinisiasi Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Nggolo menyepakati beberapa tanaman prioritas, seperti jagung, singkong, ubi jalar, bawang merah, dan sayur lilin. Setelah musyawarah, lahan mulai dibersihkan dan penanaman dimulai pada Maret 2024. Pada Mei 2024, kegiatan dihentikan sementara selama periode napane betue (bintang panas), tidak boleh ada aktivitas pembersihan atau penanaman. Tradisi bintang panas membuat waktu panen berbeda-beda, agar hasil bumi selalu tersedia sepanjang tahun.

Program ini melibatkan 15 perempuan dan 15 laki-laki Masyarakat Adat Nggolo di Salena untuk bersama mengolah dan menggarap sekitar 5 hektar kebun dengan pendekatan gotong royong dalam setiap tahapannya. Karena lahan yang digarap terpisah-pisah maka dibuat jadwal gotong royong. Kearifan lokal “nosiala pale” -tentang kebersamaan dalam mengelola tanah- menjadi inti dari gerakan kedaulatan pangan Masyarakat Adat Nggolo. Tak luput dari hadangan, selama program berlangsung, masyarakat menghadapi intimidasi, termasuk tuduhan tidak berdasar dari oknum bahwa penanggungjawab program adalah penjahat lingkungan. Mengatasi situasi ini, beberapa anggota masyarakat mengambil peran dalam penanaman, sementara yang lain fokus pada gerakan advokasi.

Hingga kini kebun-kebun tersebut masih terus produktif membuahkan hasil, meskipun kualitas dan kuantitas panen masih belum maksimal akibat debu pertambangan. Ke depan, Masyarakat Adat Nggolo berencana untuk mengadakan pelatihan pengolahan pasca panen dan manajemen Badan Usaha Milik Masyarakat Adat (BUMMA). Dampak baik kebun tradisi juga diharapkan menyebar luas, Masyarakat Adat Nggolo berencana memperluas wilayah intervensi kebun tradisi ke ke kampung lain di Wilayah Adat Nggolo dengan total wilayah tak kurang dari 100 hektar. 

Bertambahnya hasil panen seperti jagung, singkong, ubi jalar, bawang merah, dan sayur lilin telah mempercepat putaran roda ekonomi penjualan hasil bumi Masyarakat Adat Nggolo di Salena. Program ini juga menjadi ruang bagi AMAN Kamalisi dan BPAN Nggolo untuk memperkuat soliditas dan solidaritas dalam upaya-upaya advokasi untuk mendapatkan pengakuan hak atas wilayah adat mereka.

Scroll to Top