Desa Adat Tigawasa
Program
Penguatan Ekonomi Desa Adat melalui Badan Usaha Pedruwen Desa Adat
Organisasi Pendamping
Lokasi
Pendanaan Langsung
Periode
Mulai
Berakhir
Target
Status
Bagikan ke :
Bambu Penopang Kedaulatan Ekonomi Masyarakat Adat Desa Tigawasa, Bali
Komunitas Masyarakat Adat Desa Tigawasa, yang terletak di Kabupaten Buleleng, Bali, adalah komunitas yang kaya akan budaya dan tradisi dengan semangat kemandirian yang kuat. Desa ini terkenal akan kerajinan bambu yang menjadi sumber ekonomi sekaligus identitas budaya. Selama bertahun-tahun, mereka telah mengelola sumber daya alam dan ekonomi lokal mereka dengan cara yang seimbang, menjaga kelestarian alam sembari memastikan kesejahteraan masyarakat. Seiring berjalannya waktu, komunitas Masyarakat Adat Tigawasa menyadari perlunya pengelolaan yang lebih terstruktur dan kolektif untuk memperkuat ekonomi lokal secara berkelanjutan. Sebagai langkah strategis mereka memutuskan untuk mendirikan Badan Usaha Pedruwen Desa Adat (BUPDA) Tigawasa Mesari sebagai wadah pengelolaan ekonomi yang lebih mandiri dan terorganisir.
Dengan dukungan Pendanaan Langsung Nusantara Fund dan PW AMAN Bali, BUPDA Tigawasa Mesari didirikan untuk menjadi pusat ekonomi desa yang dikelola secara kolektif. Badan usaha dirancang sebagai sarana untuk mengelola produksi dan pemasaran kerajinan bambu, serta mengoordinasikan penyediaan bahan baku yang dibutuhkan oleh para pengrajin lokal. Sebanyak 40 orang yang terdiri dari tokoh masyarakat, Para Ulu, Prajuru Desa adat, Kelian, Kadus, dan perwakilan masyarakat Desa Adat Tigawasa turut berperan aktif dalam pembentukan BUPDA.
Program pengembangan BUPDA Tigawasa Mesari di Desa Tigawasa dimulai dengan berbagai persiapan yang melibatkan masyarakat adat dan tokoh-tokoh penting desa. Mereka menyusun struktur organisasi yang mencakup posisi pengawas, pengurus, dan tim litbang, yang kemudian disahkan melalui Surat Keputusan (SK) Pembentukan BUPDA. Selain itu, pararem atau peraturan adat juga ditetapkan sebagai landasan hukum BUPDA, yang berfungsi sebagai pedoman dalam mengelola kegiatan usaha agar sejalan dengan prinsip-prinsip adat.
Secara bersama-sama pula, anggota BUPDA mendirikan toko yang akan menjadi pusat kegiatan ekonomi dan menampilkan barang dagangan yang akan dipasarkan. Toko berfungsi sebagai pusat distribusi di mana kerajinan bambu dari para pengrajin lokal dikumpulkan, disimpan, dan siap untuk didistribusikan ke pasar yang lebih luas. Pendirian toko menjadi simbol komitmen Masyarakat Adat Tigawasa untuk memajukan ekonomi lokal dengan tetap menjaga kearifan budaya mereka. Kegiatan utama BUPDA pada tahun pertama adalah memastikan pasokan bahan baku bambu berkualitas tinggi tersedia bagi para pengrajin, yang kini dapat mengakses bahan baku tersebut dengan harga yang lebih terjangkau melalui pengadaan secara kolektif. Dengan sistem ini, BUPDA mampu membeli bambu dalam jumlah besar, yang tidak hanya menurunkan biaya bagi pengrajin tetapi juga menjaga kualitas bahan. Para pengrajin yang sebelumnya mengalami kesulitan dalam mendapatkan pasokan bambu kini merasa terbantu dengan adanya pengelolaan bahan baku yang terorganisir, sehingga mereka dapat fokus pada proses pembuatan kerajinan tanpa kekhawatiran akan kelangkaan bahan baku berkualitas.
BUPDA fokus pada pemasaran produk. Untuk mendukung pemasaran, tim BUPDA mengembangkan strategi promosi yang melibatkan penyebaran informasi di komunitas-komunitas terdekat dan memperluas jaringan pemasaran hingga tingkat kabupaten. Dalam proses ini, anggota BUPDA dilatih untuk berinteraksi langsung dengan konsumen, memahami kebutuhan pasar, dan memperbaiki kualitas produk kerajinan bambu agar sesuai dengan preferensi pembeli. BUPDA berperan sebagai perantara bagi pengrajin yang ingin menjual produk mereka tetapi menghadapi keterbatasan dalam hal distribusi dan promosi.
Untuk lebih meningkatkan efektivitas operasional, BUPDA mengadakan pelatihan khusus dalam manajemen dan pengelolaan usaha untuk anggota. Mereka belajar cara-cara menyusun rencana produksi, mengelola keuangan usaha, serta teknik pencatatan transaksi agar setiap pemasukan dan pengeluaran tercatat dengan jelas dan transparan. Pelatihan memperkuat keterampilan anggota dalam mengelola usaha dan membangun kepercayaan antara BUPDA dan masyarakat adat Tigawasa, karena setiap proses dan alur kerja dilakukan dengan transparansi penuh. Para pengurus BUPDA juga didorong untuk melakukan evaluasi berkala terhadap performa usaha dan pemasaran produk, yang memungkinkan mereka untuk terus beradaptasi dengan perubahan kebutuhan pasar dan menyesuaikan strategi pemasaran.
Dengan adanya BUPDA, masyarakat adat mulai melihat manfaat dari pengelolaan ekonomi secara kolektif, berbeda dengan pendekatan individual yang sebelumnya banyak digunakan. Mereka menyadari bahwa dengan bekerja sama, mereka dapat mencapai kesejahteraan yang lebih stabil dan berkelanjutan. Sistem ekonomi kolektif mengajarkan masyarakat pentingnya tanggung jawab sepenanggungan bersama, di mana setiap anggota ambil peran dalam keberhasilan usaha bersama.
Pembentukan BUPDA Tigawasa Mesari menjadi langkah strategis dalam mendukung kemandirian dan keberlanjutan Masyarakat Adat. Dengan pengelolaan yang terorganisir dari para tokoh adat dan masyarakat, BUPDA Tigawasa Mesari berhasil menunjukkan bahwa pendekatan ekonomi kolektif yang berbasis pada kearifan lokal dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa harus mengorbankan kelestarian alam dan budaya. Masyarakat Adat Tigawasa melakukan praktik pengelolaan yang bertanggung jawab dan efisien terhadap sumber daya lokal, seperti bambu, yang dipanen dan dikelola dengan memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Dalam jangka panjang, BUPDA berfungsi sebagai model pengelolaan ekonomi berbasis adat yang dapat diterapkan oleh komunitas lain yang menghadapi tantangan serupa, sekaligus mendukung pelestarian budaya dan praktik tradisional dalam konteks modern.