
Forum Perjuangan Petani Batang (FPPB)
Program
Penguatan Tata Guna Lahan melalui Optimalisasi Fasilitas Kolektif
Organisasi Pendamping
Lokasi
Pendanaan Langsung
Periode
Mulai
Berakhir
Target
Status
Bagikan ke :
Mengalirkan Harapan: Pengaruh Irigasi Kolektif terhadap Produktivitas Petani di Desa Kuripan
Bagi 400 keluarga Di Desa Kuripan, Kabupaten Batang, lahan pertanian mereka adalah satu-satunya sumber penghidupan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan pangan keluarga. Mereka menggantungkan hidupnya dari pertanian di lahan seluas total 153 hektar. Mayoritas mereka menanam padi, jagung, dan palawija. Tercatat, produksi jagung rerata 7 ton/hektar dan padi 5 ton/hektar. Lahan di Desa Kuripan tergolong lahan non-irigasi, pengelolaan pertanian pun sangat tergantung pada air hujan.
Pada musim kemarau, keterbatasan air menjadi tantangan utama, sehingga sekitar 40 hektar lahan tidak dapat digarap. Meskipun ada sungai besar di sebelah barat lokasi, karakteristik air sungai berlapis—air tawar di lapisan atas dan air asin di bawah—membuatnya tidak langsung dapat dimanfaatkan. Pompa air menjadi solusi untuk mengakses air tawar tersebut.
Lahan seluas 153 hektar Desa Kuripan adalah salah satu dari Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) yang sedang diperjuangkan oleh Forum Perjuangan Petani Batang (FPPB). Lahan diapit oleh dua Proyek Strategis Nasional (PLTU Batang dan Kawasan Industri Batang) ini, sampai dengan sekarang belum mendapatkan status hak atas tanah. Bahkan, Perhutani mengklaim tanah tersebut berada di bawah penguasaannya sebagai kawasan hutan. Berbagai upaya advokasi pun dilakukan, baik di tingkat daerah maupun melalui LPRA KPA. Hasilnya, ATR/BPN telah menetapkan tanah timbul tersebut sebagai tanah negara, bukan penguasaan Perhutani. Selain itu, tanah tersebut telah menjadi lokasi prioritas untuk redistribusi tanah.
Desa Kuripan memerlukan solusi jangka panjang terstruktur untuk mengatasi permasalahan pengairan. Dengan dukungan Pendanaan Langsung Nusantara Fund, FPBB pun membangun fasilitas kolektif irigasi pada Februari hingga Juni 2024. Tak luput, tempat pertemuan warga sekaligus gudang alat pertanian juga diperbaiki. Melalui irigasi, produksi pertanian meningkat karena tidak lagi tergantung musim, kesejahteraan petani pun meningkat. Sekaligus merupakan upaya penguatan atas tata guna lahan untuk memperkuat advokasi dalam mendapatkan hak atas tanah.
Pembangunan rumah pompa air menjadi langkah awal. Agar mudah mengakses sumber air, bangunan permanen berukuran 3×3 meter dibangun di dekat sungai, tepatnya di lokasi yang bebas potensi banjir. Untuk memudahkan distribusi, air dari pompa disalurkan melalui pipa PVC sepanjang 250 meter, dilengkapi dengan kran/buka tutup setiap 20 meter, sebelum dialirkan ke saluran irigasi tanah sepanjang 750 meter. Selain itu, pompa air dilengkapi dengan pelampung khusus untuk memastikan air terhisap tetap pada lapisan air tawar.
Pengelolaan kolektif diterapkan untuk sistem irigasi, sepenuhnya diatur oleh FPPB melalui kelompok kerja petani anggota. Pengairan dilakukan secara bergilir per blok, per satu blok terdiri dari lima petani yang lahannya berdekatan. Biaya operasional untuk bahan bakar solar pada bulan pertama ditanggung oleh kas organisasi, pembayaran pertama penggunaan pengairan irigasi dapat dilakukan setelah masa panen petani dengan gabah kering. Biaya penggunaan selanjutnya diatur melalui iuran per blok. Selain pengairan melalui sistem pompa, FPPB juga membangun empat titik sumur bor untuk area yang sulit dijangkau saluran utama.
Total sekitar 40 hektar lahan yang sebelumnya sulit mendapatkan air pada musim kemarau dapat diairi. Lebih dari 200 petani anggota FPPB kini dapat menambah satu musim tanam padi atau palawija. Menurut data dari Kementerian Pertanian, petani yang tergabung dalam organisasi kolektif dengan akses fasilitas irigasi cenderung mengalami peningkatan produktivitas hingga 25% dibandingkan dengan petani yang bekerja secara individu. Keberadaan fasilitas irigasi bukan hanya akan meningkatkan pendapatan petani, imbas langsungnya pada peningkatan kesejahteraan mereka.
Dalam studi terhadap gerakan petani di Batang “Gerakan Politik Forum Paguyuban Petani Kabupaten Batang (FPPB), oleh Hilma Safitri pada tahun 2010, ada 3 pola dinamika perjuangan yang dikembangkan oleh FPPB menurut studi Safitri (2010). Pertama, OTL yang fokusnya pada perjuangan mendapatkan tanah. Kedua, OTL yang fokus perjuangannya mempertahankan tanah yang sudah mereka garap secara de facto. Ketiga, OTL yang sedang memperjuangkan legalisasi hak atas tanah-tanah garapannya.
Pembangunan fasilitas dan pengelolaan kolektif irigasi di Desa Kuripan memperkuat gambaran perjuangan perjuangan FPPB dalam studi tersebut. Sistem pengelolaan fasilitas kolektif irigasiberbasis gotong royong menciptakan ruang untuk kolaborasi dan keterlibatan lebih besar dari setiap anggota. Solidaritas dan jaringan sosial semakin rekat, daya tahan organisasi dalam menghadapi tantangan pun semakin kuat.
Dukungan Pendanaan Langsung Nusantara Fund dapat berkontribusi bagi perjuangan para petani anggota FPPB. Bukan hanya dalam bentuk infrastruktur untuk meningkatkan kesejahteraan, tetapi juga membangun kepercayaan diri dan kemampuan petani untuk beradaptasi dengan tantangan. Kerja kolektif adalah kekuatan besar akar rumput untuk menguatkan Organisasi Tani Lokal. Irigasi di Desa Kuripan bukan sekedar mengalirkan air, tetapi tentang semangat dan harapan bagi para petani untuk terus bertahan dan berkembang menuju masa depan lebih baik.