
Komunitas Masyarakat Adat Sitonong
Program
Rehabilitasi Wilayah Adat Komunitas Sitonong
Organisasi Pendamping
Lokasi
Pendanaan Langsung
Periode
Mulai
Berakhir
Target
Status
Bagikan ke :
Melestarikan Keanekaragaman Hayati Melalui Program Rehabilitasi Lahan Adat Sitonang
Komunitas Masyarakat Adat Sitonong di Desa Lobu Tolong, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara telah lama menjadikan alam sebagai sumber penghidupan dan warisan budaya yang harus dijaga. Kawasan hutan dengan kekayaan sumber daya seperti kemenyan, kopi, padi, dan berbagai tanaman pangan lainnya membuat mereka sangat bergantung pada keberlanjutan alam. Sayang, sebagian wilayah adat Sitonong mengalami degradasi tanah akibat aktivitas penanaman pohon eukaliptus skala besar.
Kehilangan produktivitas lahan mendorong komunitas bersama Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PD AMAN) Tapanuli Utara untuk mengambil langkah pemulihan melalui program rehabilitasi lahan dengan dukungan Pendanaan Langsung Nusantara Fund. Langkah ini diambil demi mengembalikan fungsi ekologis tanah adat serta memperkuat keberlanjutan sumber penghidupan masyarakat.
Program rehabilitasi lahan yang digagas Komunitas Masyarakat Adat Sitonong bertujuan untuk memulihkan lahan seluas 8 hektar yang rusak akibat penanaman pohon eukaliptus oleh perusahaan. Memulai proses rehabilitasi, langkah pertama adalah pembangunan rumah pembibitan di lokasi strategis dekat dengan area rehabilitasi.
Rumah pembibitan dirancang sebagai pusat pembibitan berbagai jenis tanaman asli dan produktif yang penting bagi pemulihan ekosistem dan juga memiliki nilai ekonomi bagi komunitas. Jenis tanaman meliputi bibit andaliman, aren, kopi, dan kemiri, karena dinilai mampu memulihkan kualitas tanah, menyumbang keanekaragaman hayati, serta umum dikenal masyarakat. Dari 4.000 bibit yang disiapkan, sebanyak 3.610 bibit berhasil tumbuh dan siap ditanam di lahan seluas 8 hektar.
Setelah pembangunan rumah pembibitan selesai, komunitas mulai menyiapkan segala kebutuhan untuk proses pembibitan. Mereka membeli peralatan dan bahan, termasuk paranet, polybag, selang, dan terpal, agar bibit dapat tumbuh dalam kondisi optimal. Selain itu, pemberian pupuk juga dilakukan secara berkala untuk memberikan nutrisi. Pupuk-pupuk diaplikasikan sesuai kebutuhan tanaman, dan komunitas menjaga konsistensi dalam perawatan agar bibit-bibit tumbuh kuat dan siap menghadapi kondisi lingkungan setelah ditanam di lahan.
Setelah bibit siap, komunitas melakukan kegiatan penanaman secara kolektif di area rehabilitasi seluas 8 hektar. Area dibagi menjadi beberapa plot, diatur sedemikian rupa untuk menampung jenis tanaman yang berbeda untuk mereplikasi keseimbangan ekosistem alami. Penanaman andaliman, kopi, aren, dan kemiri dilakukan secara bergantian, sesuai dengan karakteristik tanah dan kebutuhan pencahayaan di setiap bagian lahan. Setiap bibit juga dipastikan mendapatkan jarak cukup agar dapat tumbuh dengan baik. Selain itu, anggota komunitas juga saling berbagi ilmu dan pengalaman mengenai cara menanam yang benar.
Anggota komunitas mengadakan pertemuan mingguan untuk membahas kemajuan dan hambatan, pemantauan kondisi bibit yang telah ditanam juga dilaporkan di pertemuan. Sebagai bagian dari perawatan, komunitas Masyarakat Adat Sitonong secara berkala mengaplikasikan pupuk untuk mempercepat pertumbuhan dan memperkuat tanaman dalam menghadapi musim hujan maupun kemarau.
Penyiraman dilakukan secara manual agar jumlah air yang diberikan pada tanaman dapat diatur, menggunakan selang dan peralatan lain yang tersedia di lokasi. Komunitas juga melakukan penyulaman pada bibit yang mengalami kerusakan bibit akibat faktor cuaca atau gangguan dari satwa liar. Beberapa tempat teduh sementara untuk melindungi bibit dari sinar matahari yang berlebihan selama periode kering juga didirikan.
Demi menjaga keberhasilan rehabilitasi jangka panjang, komunitas juga melakukan pemantauan berkala terhadap kondisi tanah dan tingkat pertumbuhan tanaman. Setiap bulan, beberapa anggota yang terlatih dalam pemantauan ekosistem melakukan pemeriksaan terhadap kondisi tanah di area rehabilitasi, mencatat perubahan-perubahan kecil pada struktur tanah maupun perkembangan tumbuhan di sekitarnya.
Pemantauan dilakukan untuk mengidentifikasi potensi masalah penghambat pertumbuhan tanaman, seperti serangan hama atau perubahan kadar air tanah. Jika ditemukan potensi gangguan, komunitas segera mengambil tindakan pencegahan, seperti menyiapkan perlindungan tambahan atau mengadakan sesi penyuluhan kepada anggota tentang cara mengatasi masalah tersebut. Pemantauan menjadi dasar perawatan untuk memperbesar peluang hidup bibit tanaman.
Melalui penanaman kembali tanaman lokal, komunitas tidak hanya mengembalikan fungsi ekologis tanah tetapi juga membantu menjaga spesies tanaman asli yang menjadi bagian dari keanekaragaman hayati di Wilayah Adat. Sebagai contoh, tanaman andaliman dan kopi yang dulu jadi identitas produk lokal kini memiliki tempat tumbuh kembali di habitat aslinya. Komunitas Adat Sitonong tidak hanya berupaya memulihkan lahannya sendiri, tetapi juga berkontribusi pada keseimbangan ekosistem hutan keseluruhan. Masyarakat Adat memperlihatkan bagaimana kekuatan kearifan lokal dapat menjadi solusi efektif dalam mengatasi permasalahan degradasi tanah dan menjaga keberlanjutan keanekaragaman hayati di Wilayah Adat.