TOTAL DANA AGUSTUS 2023 - JULI 2024

$250,000

Institutional Support

TOTAL DANA OKTOBER 2024 - SEPTEMBER 2029

$5,000,000

General Support

TOTAL DANA 2023 - 2024

$300,000

Re-Granting

TOTAL DANA 2023 - 2025

$500,000

Re-Granting - General Support

TOTAL DANA 2024 - 2026

$2,500,000

Re-Granting - Core Support - Endowment
Lokakarya Ulak Pamali-01

Masyarakat Adat Suku Dayak Kalis Nanga Danau Ketemengungan

Program

Penetapan dan Perlindungan Ulak Pamali (Lubuk Larangan)

Organisasi Pendamping
AMAN
Lokasi
Kapuas Hulu, Kalimantan Barat
Pendanaan Langsung
Rp54.000.000,-
Periode
Mulai
05/02/2024
Berakhir
30/04/2024
Target
Pemetaan Wilayah Adat, Wilayah Kelola Rakyat, dan Lokasi Prioritas Reforma Agraria, Hak & Pengakuan atas Wilayah Adat, Wilayah Kelola Rakyat, serta Lokasi Prioritas Reforma Agraria Sejati
Status
Selesai

Bagikan ke :

Facebook
WhatsApp
X

Ulak Pamali: Tradisi Dayak Kalis Solusi Konservasi Sumber Daya Alam

Komunitas Masyarakat Adat Dayak Kalis Nanga Danau di wilayah Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, memiliki hubungan sangat erat dengan alam di wilayah adatnya. Hutan, tanah, dan sungai tidak hanya jadi sumber kehidupan sehari-hari, tetapi juga bagian dari kepercayaan dan tradisi warisan leluhur. Sebagai Masyarakat Adat yang telah diakui secara resmi melalui Surat Keputusan Bupati Kapuas Hulu, Masyarakat Adat Dayak Kalis Nanga Danau memastikan hak untuk mengelola wilayah adat mereka secara mandiri.

Komunitas ini mempercayai keberadaan “GANA,” makhluk spiritual yang diyakini menjaga keseimbangan ekosistem sungai. Keyakinan ini memperkuat Masyarakat Adat Dayak Kalis untuk lebih melindungi sungai dari eksploitasi berlebihan. Sejalan dengan nilai-nilai adat ini, masyarakat menetapkan Ulak Pamali atau Lubuk Larangan sebagai langkah pelestarian ekosistem berbasis adat, untuk menjaga keberlanjutan sungai sebagai sumber penghidupan masyarakat.

Kegiatan Ulak Pamali yang dilakukan Masyarakat Adat Dayak Kalis yang didukung oleh Pendanaan Langsung Nusantara Fund, difokuskan pada perlindungan sungai dalam zona larangan Ulak Pamali atau lubuk larangan area sungai Lawan Luk Ijabangi seluas 3,68 hektar di wilayah adat Dayak Kalis Nanga Danau. Pada area ini ada satu lokasi lubuk yang dipercaya memiliki kekuatan supranatural. Disini masyarakat adat Dayak Kalis Nanga Danau melakukan ritual tolak bala menghadapi musuh, penyakit menular, atau wabah. Di lubuk ini juga terdapat jenis-jenis ikan endemik sungai Kalis seperti kamunsi, balin bunga batu, tangarak, dan tongoh serta ikan lainnya yang sudah tidak ditemukan di sungai lain.

Ulak Pamali mencakup: dilarang mengambil ikan dengan alat apapun; tidak boleh menebang pohon sekitar; tidak boleh menambang emas tanpa izin; tidak boleh mengambil material batu, pasir, atau tanah untuk keperluan jual beli; dilarang melakukan aktivitas merusak lingkungan.

Jika ada yg melanggar larangan, pelanggaran pertama dan kedua akan diperingatkan, untuk pelanggaran ketiga akan dikenakan sanksi adat sebesar satu Balanga atau Rp1.5 juta per orang. Ulak Pamali juga menjadi pengikat komitmen masyarakat, di mana mereka bersepakat bahwa pengambilan hasil alam di area ini hanya diperbolehkan setiap tiga tahun sekali dalam jumlah terbatas, dan hanya untuk kepentingan adat.

Lubuk Pamali berfungsi sebagai tempat perlindungan siklus hidup spesies-spesies asli, memberi ruang dan waktu untuk dapat berkembang biak secara alami tanpa gangguan aktivitas manusia yang merusak. Tujuan akhirnya adalah melestarikan habitat ikan-ikan terancam punah, termasuk ikan semah yang memiliki nilai ekonomi tinggi, serta siput dan kerang sungai. 

Kegiatan pertama dalam program ini adalah sosialisasi peraturan adat tentang Ulak Pamali kepada anggota masyarakat, yang diadakan melalui musyawarah adat. Dalam musyawarah ini, anggota komunitas, termasuk pemangku adat, berkumpul untuk mendiskusikan pentingnya peraturan Lubuk Larangan dan kesepakatan mengenai aturan-aturan yang akan diterapkan. Peserta musyawarah diberikan pemahaman tentang pentingnya Ulak Pamali dalam menjaga keberlangsungan hidup ikan-ikan langka dan ekosistem sungai agar manfaatnya dapat dirasakan secara berkelanjutan.

Setelah sosialisasi, dilakukan survei lapangan untuk menetapkan batas-batas jelas dari Lubuk Pamali. Survei ini melibatkan pengambilan titik-titik koordinat untuk memetakan area secara akurat dan memastikan batas-batas zona larangan yang akan diterapkan. Survei ini dilakukan dengan menggunakan peralatan GPS, dan dipandu oleh ahli pemetaan dari AMAN serta tenaga teknis dari LBBT Lanting Borneo. Tahapan ini dilakukan untuk memperkuat landasan hukum adat yang mendukung Lubuk Larangan dan memudahkan pengawasan wilayah agar tidak terjadi eksploitasi yang melanggar peraturan adat.

Diskusi, rapat-rapat, lokakarya pembuatan aturan dilaksanakan pada tanggal 22 s.d 23 Maret 2024. Penetapan Ulak Pamali dilaksanakan pada tanggal 22 April 2024 yang diawali dengan ritual adat persembahan oleh pemangku adat sebagai bentuk penghormatan terhadap tanah dan sungai yang diyakini memiliki makhluk spiritual pelindung. Dilanjutkan dengan prosesi penetapan yang dihadiri tamu antara lain perwakilan AMAN, beberapa organisasi Masyarakat sipil, dan mahasiswa UI, staf ahli Gubernur Kalimantan Barat bidang sosial dan staf Kasat POL PP Kabupaten Sekadau, sementara Bupati Kapuas Hulu diwakili oleh Kadis Lingkungan Hidup, Pertanahan Pemukiman dan Perumahan Rakyat.

Hasil dari program mencakup penetapan area Ulak Pamali – Lawan Luk Ijabangi seluas 3,68 hektar sebagai zona larangan, jadi pengikat komitmen seluruh komunitas. Keberhasilan ini berdampak pada 561 anggota masyarakat Dayak Kalis Nanga Danau, terdiri dari 268 perempuan dan 293 laki-laki. Kualitas air sungai lebih terjaga, ruang hidup  ikan langka dan spesies lainnya di area ini juga semakin lega.

Lubuk Larangan di Dayak Kalis menjadi contoh bagaimana praktik konservasi tradisional mampu menjadi bagian dari solusi dalam menjaga keberlanjutan ekosistem, terutama dalam menghadapi tantangan agresivitas eksploitasi hasil alam. Dengan pembatasan pengambilan ikan dan sumber daya lain di Lubuk Pamali, masyarakat juga menjaga keseimbangan ekosistem.

Melalui praktik Lubuk Larangan, Masyarakat Adat Dayak Kalis mengembangkan model pengelolaan lingkungan yang bukan hanya mempertahankan tetapi juga memperkuat kesehatan sungai. Lubuk Larangan berfungsi sebagai “zona penyangga” alami bagi spesies rentan, serta sebagai sarana menjaga kualitas air dan keberlanjutan sungai sebagai sumber kehidupan masyarakat. Dalam skala lebih besar, tindakan ini berkontribusi pada upaya pelestarian dalam menghadapi krisis lingkungan, termasuk perubahan iklim dan hilangnya habitat alami yang mengancam keanekaragamaan hayati.

Ditengah kondisi ancaman praktik-praktik ekstraktif eksploitatif yang merusak, Ulak Pamali adalah contoh bagaimana kearifan lokal yang sudah hidup jauh sebelum prinsip-prinsip konservasi berkelanjutan untuk perlindungan lingkungan dilakukan. Di belahan dunia lain pasti masih banyak Ulak Pamali versi lokal, nama boleh beda tapi sama esensi. Mari rehat sejenak beri waktu ibu bumi beregenerasi kembali.

Scroll to Top