
Komunitas Masyarakat Adat Moronene Hukaea
Program
Memperkuat Gerakan Desa Maju Reforma Agraria Melalui Pembangunan Lumbung Pangan dan Pemetaan Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA)
Organisasi Pendamping
Lokasi
Pendanaan Langsung
Periode
Mulai
Berakhir
Target
Status
Bagikan ke :
Menjaga Warisan Leluhur: Lumbung Pangan dan Hak Wilayah Masyarakat Adat Moronene
Komunitas Masyarakat Adat Moronene Hukaea-Laea terletak di Kampung Hukaea-Laea, Desa Watu-Watu, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Mereka menghadapi tantangan dalam mempertahankan hak atas tanah adat dan mempertahankan praktik perladangan tradisional mereka di tengah ekspansi industri dan penetapan kawasan taman nasional.
Setelah perjuangan panjang, pemerintah setempat akhirnya mengeluarkan Surat Keputusan yang mengakui wilayah adat Kampung Hukaea-Laea sebagai bagian dari wilayah adat Moronene. Sebagai langkah konkret untuk memperkuat posisi mereka di wilayah tersebut, Komunitas Adat Moronene Hukaea-Laea dengan dukungan Pendanaan Langsung Nusantara Fund membangun lumbung pangan dan memetakan wilayah adat sebagai upaya memperkuat kedaulatan mereka atas sumber daya dan hak tanah.
Masyarakat adat Moronene adalah masyarakat agraris. Berladang berpindah-pindah pada suku Moronene disebut dengan motasu, yaitu suatu kegiatan masyarakat mengelola hutan untuk keperluan menanam padi ladang. Kegiatan dilakukan mulai dari membuka/membersihkan lahan untuk berladang, menabur benih, mencegah tanaman dari serangan hama, pemanenan, sampai pada hasil panen disimpan di lumbung/tempat penyimpanan tradisional.
Program dimulai dengan proses identifikasi kebutuhan komunitas, di mana masyarakat adat mengadakan musyawarah adat untuk menentukan langkah-langkah prioritas. Dari musyawarah, mereka menyoroti bahwa empat lumbung yang telah dibangun secara swadaya oleh komunitas bertahun-tahun lalu mengalami mengalami kerusakan parah dan tidak lagi dapat menampung hasil panen dengan optimal.
Langkah pertama adalah perencanaan pembangunan dua lumbung baru yang berfungsi untuk memperkuat kapasitas penyimpanan pangan mereka. Lumbung baru dirancang dengan struktur lebih kuat dan kapasitas lebih besar untuk menampung berbagai hasil panen, termasuk padi ladang yang merupakan hasil utama dari kegiatan berladang komunitas. Mereka mengatur pengadaan bahan bangunan seperti kayu, paku, dan semen dibeli secara bertahap dan diangkut ke lokasi lumbung.
Bahan banguna harus disediakan secara bertahap karena akses ke lokasi yang terletak di pedalaman kadang-kadang terhambat oleh kondisi jalan berlumpur, terutama ketika musim hujan. Mulai dari menyiapkan pondasi, membangun dinding dan atap, hingga melapisi struktur untuk memastikan ketahanan terhadap cuaca. Hasilnya, dua lumbung pangan baru berhasil dibangun dalam waktu cukup singkat dan langsung bisa digunakan untuk menyimpan hasil panen.
Dua lumbung lain masih dalam kondisi lebih baik tetapi mengalami kerusakan di beberapa bagian diperbaiki. Proses perbaikan pada struktur atap yang bocor dan penambalan dinding yang lapuk agar lumbung dapat kembali digunakan untuk penyimpanan jangka panjang. Dengan empat lumbung, komunitas Moronene kini memiliki kapasitas yang memadai untuk mengelola stok pangan mereka dalam jangka panjang. Lumbung-lumbung direncanakan akan digunakan pada acara-acara adat seperti pesta panen Mewusoi dan ritual Montewehi Wonua, sebagai simbol kedaulatan pangan Masyarakat Adat Moronene.
Selain itu, diadakan pemetaan wilayah adat untuk memperkuat klaim mereka atas tanah dan batas wilayah adat. Tim pemetaan, terdiri dari perwakilan komunitas dan dibantu oleh pihak eksternal, mulai melakukan survei di lapangan untuk mengidentifikasi batas-batas wilayah secara presisi. Mereka memanfaatkan pengetahuan lokal tentang topografi dan sejarah wilayah yang diwariskan secara turun-temurun untuk menandai area bagian dari tanah adat mereka.
Data yang dikumpulkan dari pemetaan akan digunakan untuk memperkuat pengakuan hukum atas hak tanah mereka, mengingat status tanah adat mereka telah diakui oleh pemerintah lokal. Dengan adanya pemetaan terstruktur dan peta persil ladang, kebun dan pemukiman, komunitas memiliki bukti lebih kuat dalam mempertahankan wilayah adat mereka dan dapat mengantisipasi potensi konflik dengan pihak luar.
Penguatan ketahanan pangan melalui lumbung pangan dan pengakuan hak tanah melalui pemetaan wilayah adat adalah langkah-langkah strategis untuk mencapai keadilan sosial, lingkungan berkelanjutan, dan perlindungan hak-hak Masyarakat Adat. Lumbung pangan memperkuat upaya komunitas dalam mempertahankan sistem perladangan tradisional untuk memperkuat kedaulatan pangan.
Selain itu, pemetaan wilayah tidak hanya memberikan legitimasi bagi komunitas adat dalam mengelola tanah mereka, tetapi juga berfungsi sebagai alat advokasi untuk melawan ancaman dari pihak yang memiliki kepentingan eksploitatif komersial terhadap wilayah adat. Dengan memperjelas batas-batas wilayah adat mereka, komunitas adat Moronene memiliki posisi lebih kuat untuk mempertahankan hak atas wilayah adat.