TOTAL DANA AGUSTUS 2023 - JULI 2024

$250,000

Institutional Support

TOTAL DANA OKTOBER 2024 - SEPTEMBER 2029

$5,000,000

General Support

TOTAL DANA 2023 - 2024

$300,000

Re-Granting

TOTAL DANA 2023 - 2025

$500,000

Re-Granting - General Support

TOTAL DANA 2024 - 2026

$2,500,000

Re-Granting - Core Support - Endowment

PROGRAM

Komunitas Masyarakat Adat Moronene Hukaea

 

ORGANISASI PENDAMPING :
KPA
LOKASI :
Bombana, Sulawesi Tenggara
PENDANAAN LANGSUNG
PERIODE :
  • Mulai :
    01/02/2024
  • Berakhir :
    02/06/2024
TARGET :
Hak & Pengakuan atas Wilayah Adat, Wilayah Kelola Rakyat, serta Lokasi Prioritas Reforma Agraria Sejati, Ekonomi berkeadilan dan berkelanjutan, selaras dengan prinsip-prinsip Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal
AKTIVITAS KUNCI :
STATUS :
Selesai
JUDUL PROGRAM :
Memperkuat Gerakan Desa Maju Reforma Agraria Melalui Pembangunan Lumbung Pangan dan Pemetaan Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA)

Menjaga Warisan Leluhur: Lumbung Pangan dan Hak Wilayah Masyarakat Adat Moronene

Komunitas Masyarakat Adat Moronene Hukaea-Laea di Kampung Hukaea-Laea, Desa Watu-Watu, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, adalah bagian dari masyarakat adat yang memiliki sejarah panjang dan erat dengan alam dan budaya lokal. Mereka dikenal dengan praktik agroekologinya, khususnya dalam mengelola lahan dengan sistem motasu atau berladang secara berpindah. Praktik ini diadaptasi untuk menjaga keseimbangan ekosistem dengan memanfaatkan lahan secara bergilir, sehingga tanah dapat pulih dan tetap produktif dalam jangka panjang. Namun, mereka semakin menghadapi tantangan dalam mempertahankan hak atas tanah adat dan mempertahankan praktik tradisional mereka di tengah ekspansi industri dan penetapan kawasan taman nasional. Setelah perjuangan panjang, pemerintah setempat mengeluarkan Surat Keputusan yang mengakui wilayah adat Kampung Hukaea-Laea sebagai bagian dari wilayah adat Moronene. Sebagai langkah konkret untuk memperkuat posisi mereka di wilayah tersebut, Komunitas Adat Moronene Hukaea-Laea dengan dukungan Pendanaan Langsung Nusantara Fund membuat sebuah program yang menggabungkan pembangunan lumbung pangan dan pemetaan hak kelola wilayah adat.

Masyarakat adat Moronene adalah masyarakat agraris. Berladang berpindah-pindah pada suku Moronene disebut dengan motasu, yaitu suatu kegiatan masyarakat yang mengelola hutan untuk keperluan menanam padi ladang dalam rangka memenuhi kebutuhan masa depan keluarga dari para petani, kegiatan yang dilakukan mulai dari membuka/membersihkan lahan untuk berladang, menabur benih, mencegah tanaman dari serangan hama, pemanenan, sampai pada hasil panen disimpan di lumbung/tempat penyimpanan tradisional.

Dalam pelaksanaan program, komunitas adat Moronene Hukaea-Laea berfokus pada serangkaian kegiatan untuk membangun kembali dan memperbaiki infrastruktur lumbung pangan serta melakukan pemetaan wilayah adat yang mereka klaim sebagai bagian dari upaya memperkuat kedaulatan mereka atas sumber daya dan hak tanah. Program dimulai dengan proses identifikasi kebutuhan komunitas, di mana masyarakat adat mengadakan musyawarah adat untuk menentukan langkah-langkah prioritas yang harus mereka ambil. Dari musyawarah, mereka menyoroti bahwa empat lumbung yang telah dibangun secara swadaya oleh komunitas bertahun-tahun lalu mengalami mengalami kerusakan parah dan tidak lagi dapat menampung hasil panen dengan optimal.

Langkah pertama yang dilakukan adalah perencanaan pembangunan dua lumbung baru yang berfungsi untuk memperkuat kapasitas penyimpanan pangan mereka. Lumbung baru dirancang dengan struktur yang lebih kuat dan kapasitas yang lebih besar untuk menampung berbagai hasil panen, termasuk padi ladang yang merupakan hasil utama dari kegiatan berladang komunitas. Mereka mengatur pengadaan bahan bangunan seperti kayu, paku, dan semen yang dibeli secara bertahap dan diangkut ke lokasi lumbung. Bahan-bahan harus disediakan secara bertahap karena akses ke lokasi yang terletak di pedalaman dan kadang-kadang terhambat oleh kondisi jalan berlumpur, terutama ketika musim hujan. Mulai dari menyiapkan pondasi, membangun dinding dan atap, hingga melapisi struktur untuk memastikan ketahanan terhadap cuaca. Hasilnya, dua lumbung pangan baru berhasil dibangun dalam waktu yang cukup singkat dan langsung bisa digunakan untuk menyimpan hasil panen.

Dua lumbung yang sudah ada dan masih dalam kondisi yang lebih baik tetapi mengalami kerusakan di beberapa bagian diadakan perbaikan. Proses perbaikan melibatkan perbaikan pada struktur atap yang bocor dan penambalan dinding yang lapuk agar lumbung dapat kembali digunakan untuk penyimpanan jangka panjang. Dengan adanya empat lumbung yang sudah diperbaiki dan dibangun kembali, komunitas Moronene kini memiliki kapasitas yang memadai untuk mengelola stok pangan mereka dalam jangka panjang. Lumbung-lumbung direncanakan akan digunakan pada acara-acara adat seperti pesta panen Mewusoi dan ritual Montewehi Wonua, sebagai simbol kedaulatan pangan Masyarakat Adat Moronene.

Selain itu, diadakan pemetaan wilayah adat untuk memperkuat klaim mereka atas tanah dan batas wilayah adat. Tim pemetaan, yang terdiri dari perwakilan komunitas dan dibantu oleh pihak eksternal, mulai melakukan survei di lapangan untuk mengidentifikasi batas-batas wilayah secara presisi. Mereka memanfaatkan pengetahuan lokal tentang topografi dan sejarah wilayah yang diwariskan secara turun-temurun untuk menandai area yang merupakan bagian dari tanah adat mereka. Data yang dikumpulkan dari pemetaan akan digunakan untuk memperkuat pengakuan hukum atas hak tanah mereka, mengingat status tanah adat mereka telah diakui oleh pemerintah lokal. Dengan adanya pemetaan yang terstruktur dan peta persil ladang, kebun dan pemukiman yang dihasilkan, komunitas memiliki bukti yang lebih kuat dalam mempertahankan wilayah adat mereka dan dapat mengantisipasi potensi konflik dengan pihak luar yang mungkin berusaha mengambil alih lahan tersebut.

Penguatan ketahanan pangan melalui lumbung pangan dan pengakuan hak tanah melalui pemetaan wilayah adat adalah langkah-langkah strategis untuk mencapai keadilan sosial, lingkungan yang berkelanjutan, dan perlindungan hak-hak Masyarakat Adat. Dengan adanya lumbung pangan, komunitas dapat mempertahankan sistem pangan tradisional yang berbasis agroekologi, yang selaras dengan prinsip keberlanjutan dan ramah lingkungan. Sistem pangan tradisional yang mereka kelola memiliki dampak positif dalam memperkuat kedaulatan pangan lokal tanpa bergantung pada sumber eksternal. Selain itu, pemetaan wilayah yang telah dilakukan tidak hanya memberikan legitimasi bagi komunitas adat dalam mengelola tanah mereka, tetapi juga berfungsi sebagai alat advokasi yang dapat digunakan untuk melawan ancaman dari pihak luar yang mungkin memiliki kepentingan eksploitatif komersial terhadap wilayah adat. Dengan memperjelas batas-batas wilayah adat mereka, komunitas adat Moronene memiliki posisi yang lebih kuat untuk mempertahankan hak tanah mereka secara legal dan historis.

Scroll to Top