
Komunitas Masyarakat Adat Tanak Sembahulun | Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Sembalun
Program
Pengadaan Dan Pengembangan Produk Usaha Kopi Pemuda Adat untuk Pengembangan Ekonomi dan Perjuangan Komunitas Masyarakat Adat Tanak Sembahulun
Organisasi Pendamping
Lokasi
Pendanaan Langsung
Periode
Mulai
Berakhir
Target
Status
Bagikan ke :
Olah Kopi, Kuatkan Tanah Adat: Jalan Panjang Menuju Kedaulatan Ekonomi Kolektif Pemuda Adat Sembalun
Berawal dari kegelisahan pemuda Adat Sembalun untuk berbuat lebih dalam menjaga tanah adat dari ancaman perampasan atas hak ulayat. Gayung bersambut, kegelisahan ini pun akhirnya terjawab. Pada awal 2024, Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Sembalun dengan dukungan Pendanaan Langsung Nusantara Fund merintis usaha pengolahan biji kopi, diberi nama “Situs Coffee”. Bagi mereka nama ini bisa dimaknai sebagai tempat pulang para Pemuda Adat Sembalun, di mana pun mereka berada.
BPAN Sembalun adalah organisasi pemuda adat di Komunitas Masyarakat Adat Tanak Sembahulun. BPAN Sembahulun kini memiliki 21 anggota pemuda adat tersebar di 11 komunitas dari 6 desa di lereng Rinjani Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Saat ini Masyarakat Adat Tanak Sembahulun masih dalam proses untuk memperoleh pengakuan negara atas tanah adat seluas lebih dari 500 hektar. Dengan dukungan AMAN Daerah Lombok Timur dan AMAN Wilayah NTB, mereka terus melakukan advokasi dan pendampingan hukum untuk mempertahankan tanah adat mereka. Masyarakat Adat Tanak Sembahulun termasuk BPAN Sembalun mengumpulkan dana secara mandiri untuk aksi setiap kali menghadapi sidang pengadilan, sebagai bagian dari upaya melindungi tanah leluhur mereka.
Dukungan Pendanaan Langsung Nusantara Fund memungkinkan BPAN Sembalun untuk mengadakan alat-alat produksi pengolahan kopi seperti mesin roasting, mesin penggiling, mesin pengemas, dan wadah penyimpanan biji kopi kering (green bean), sangat membantu dalam memastikan mutu produk kopi. Meski terbatasnya tempat penjemuran saat musim hujan masih menjadi tantangan, BPAN berupaya menggunakan tempat alternatif dari penggiat kopi setempat. BPAN memanfaatkan media sosial sebagai saluran pemasaran, sehingga “Situs Coffee” kini dapat dikenal dan dijangkau konsumen hingga luar daerah Sembalun.
Tahap pengolahan kopi yang dilakukan BPAN Sembalun terbagi dalam tiga tahap, pengolahan pascapanen pada 20-29 April 2024), roasting kopi pada 30 April – 1 Juni 2024, dan pengemasan serta pemasaran pada 2-6 Juni 2024. Proses pengolahan kopi meliputi pemilahan buah kopi segar (cherry) berkualitas, pengupasan kulit biji kopi segar menggunakan mesin pulper, penjemuran selama sekitar 14 hari (tergantung cuaca), serta penggilingan gabah untuk menghasilkan biji kopi kering (green bean). Selanjutnya, kopi disangrai secara hati-hati untuk menjaga cita rasa, kemudian digiling, dikemas, dan disegel agar kualitasnya tetap terjaga saat sampai ke tangan konsumen.
Untuk mengatasi tantangan stabilitas sumber bahan baku, yakni biji kopi segar yang kerap diborong oleh tengkulak luar, BPAN Sembalun menjalin kerja sama dengan petani kopi lokal, “Situs Coffee” si pengolah kopi lokal membeli hasil panen kopi yang memenuhi standar kualitas dengan harga lebih tinggi. Selain pemasaran di media sosial, ke depan BPAN Sembalun berencana memperluas memperluas jaringan pemasaran ke toko-toko di kawasan wisata tujuan utama wisatawan lokal dan mancanegara (Gunung Rinjani, Senggigi, dan Kuta Mandalika) dan meningkatkan kapasitas anggota BPAN dalam pengolahan kopi sebagai langkah menuju kemandirian ekonomi dan pelestarian tanah leluhur di Sembalun.
Dengan dukungan dari berbagai pihak, termasuk Nusantara Fund dan AMAN, usaha kolektif pengolahan kopi “Situs Coffee” produksi BPAN Sembalun memperkuat kontribusi pemuda adat untuk kesejahteraan ekonomi masyarakat adat. Selain memberikan nilai tambah pada hasil bumi lokal, kegiatan ekonomi kolektif ini bisa menjadi sumber dana untuk kebutuhan operasional dan strategis organisasi serta mendukung biaya yang dibutuhkan dalam proses hukum dan advokasi dalam upaya mempertahankan tanah adat.
Proses legal untuk meraih pengakuan atas tanah adat seringkali sangat panjang dan tinggi biaya. Data menunjukkan bahwa sengketa tanah adat di Indonesia biasanya membutuhkan lebih dari lima tahun untuk mencapai resolusi pasti, bahkan jika sengketa tersebut berhasil dibawa ke meja hijau. Dengan kemandirian ekonomi dari usaha ekonomi kolektif, Masyarakat Adat tidak hanya memiliki sumber daya untuk untuk bertahan dalam proses panjang perjuangan hak legal atas tanah adat, tetapi juga lebih kuat dalam menghadapi ancaman invasi investor tak bertanggung jawab yang tak henti mengincar tanah leluhur mereka.