
PD AMAN Kepulauan Aru
Program
Mewujudkan Masyarakat Adat yang Sejahtera di atas wilayah Adatnya dengan peta, rehabilitasi dan restorasi hutan Adat, serta melestarikan nilai – nilai budaya melalui sekolah Adat
Organisasi Pendamping
Lokasi
Pendanaan Langsung
Periode
Mulai
Berakhir
Target
Status
Bagikan ke :
Memulihkan Rumah Cenderawasih di Kepulauan Aru: Hutan Adat Djamonaa Raa
PD AMAN Aru, yang berada di Kepulauan Aru, Maluku, menaungi lima komunitas Masyarakat Adat: Rebi, Lutur, Ferin Botam, Ngaiguli, dan Siya. Terletak di pesisir selatan Kepulauan Aru, mereka menggantungkan hidup pada hasil laut, hasil hutan bukan kayu, serta kerajinan tradisional. Dengan dukungan Pendanaan Langsung Nusantara Fund, PD AMAN Aru mendampingi enam komunitas adat dalam memperjuangkan pengakuan wilayah adat serta memulihkan ekosistem hutan adat.
Program restorasi hutan adat berlangsung dari 1 Februari hingga 15 Juni 2024 dalam beberapa tahap, dimulai dari pemetaan wilayah adat hingga penanaman pohon. Pada tahap awal, dilakukan pemetaan partisipatif di Fanua Wahangulangula, Aru Utara. Bersama komunitas, tim menentukan batas wilayah adat dengan perangkat pemetaan dan survei lapangan. Hasilnya adalah Peta Wilayah Adat Kola atau Fanua Wahangulangula seluas 51.086,1 hektar, yang saat ini masih dalam proses klarifikasi batas dengan desa-desa tetangga. Selain itu, dilakukan sosialisasi kepada masyarakat serta survei batas hutan untuk memperjelas tata kelola hutan adat. Klarifikasi batas wilayah antara Natapen Ngaiguli dengan Desa Fatural dan Desa Feruni, serta Nata Rebi dengan Desa Lutur, juga menjadi bagian dalam proses.
Seluruh proses yang dilakukan dalam pemetaan partisipatif diharapkan dapat memperkuat pemahaman Masyarakat Adat tentang wilayah mereka sekaligus mencegah potensi konflik batas wilayah di masa depan. Dengan batas yang jelas, upaya perlindungan hutan dari ancaman perusakan dapat dilakukan lebih efektif.
Tahap berikutnya adalah reboisasi di Hutan Adat Nata Rebi, “Djamonaa Raa,” yang rusak akibat pembalakan liar. Untuk memulihkan ekosistem hutan, masyarakat adat menanam sekitar 200 bibit pohon jangka panjang seperti cengkeh, pala, dan berbagai jenis pohon buah. Selain mengembalikan tutupan hutan dan habitat flora-fauna, pohon yang ditanam juga menjadi sumber ekonomi bagi masyarakat serta penyedia makanan bagi satwa pemakan buah. Satwa-satwa ini, termasuk burung Cenderawasih, akan menyebarkan biji ke penjuru hutan, membantu regenerasi tutupan hutan secara alami.
Hutan adat Djamonaa Raa adalah salah satu habitat penting bagi burung Cenderawasih di luar Papua. Kanopi hutan memberikan ruang ideal bagi Cendrawasih untuk berlindung dan mencari makan. Penanaman pohon di Hutan Adat Djamonaa Raa tidak hanya mengembalikan ekosistem, tetapi juga memastikan kelangsungan hidup spesies endemik yang semakin terancam. Dengan pulihnya ekosistem hutan , cendrawasih dapat lebih leluasa berkembang biak dan mempertahankan fungsinya dalam rantai ekologi alami hutan.
Hutan adat lestari, termasuk Djamonaa Raa yang kini dalam proses pemulihan, tidak hanya menjaga ekosistem tetapi juga melestarikan nilai budaya yang diwariskan turun-temurun, seperti pengetahuan tentang tanaman obat dan teknik pertanian berkelanjutan. Bagi flora, fauna, dan masyarakat adat, hutan adat adalah rumah bersama tak tergantikan.