PROGRAM
ORGANISASI PENDAMPING : |
KPA
|
LOKASI : |
Kotamadya Salatiga, Jawa Tengah
|
PENDANAAN LANGSUNG |
Rp100.620.000,-
|
PERIODE : |
|
TARGET : |
Pendidikan Rakyat
|
AKTIVITAS KUNCI : |
Perbaikan infrastruktur Pusat Pelatihan; Pelatihan Fasilitator Training of Trainers; Pelatihan Pertanian Berkelanjutan & Reforma Agraria; Pendampingan Komunitas Petani
|
STATUS : |
Selesai
|
JUDUL PROGRAM : |
Pengembangan Pusat Pelatihan Reforma Agraria
|
Perjuangan rakyat Kedungombo selama 25 Tahun lebih, sampai saat ini belum mendapat keadilan dari pemerintah. Rakyat harus terus berjuang. Kegiatan di Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPPQT) seperti kemarin memberi suntikan semangat kembali pada kami di Kedungombo, bahwa kami tidak sendirian dalam berjuang. Kami membutuhkan teman yang membantu terwujudnya kelompok yang solid terorganisir agar warga sadar dan melawan atas kebijakan struktural yang menindas rakyat di waduk Kedungombo. Paris Harjanto (tokoh petani Waduk Kedungombo – Komunitas Petani anggota SPPQT)
Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT) berdiri semenjak tahun 1999. Semenjak berdiri sampai saat ini, Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah memiliki 137 kelompok petani dampingan yang berada di 8 dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Dalam kegiatannya, Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah melakukan proses advokasi permasalahan petani dan pemberdayaan sosial ekonomi sesuai kebutuhan dan potensi lokal anggota.
Pada Februari s/d Juni 2024, SPPQT dengan dukungan Pendanaan Langsung Nusantara Fund melakukan rangkaian kegiatan untuk program pengembangan pusat pelatihan Reforma Agraria Sejati untuk merevitalisasi ruang dan sumber kekuatan basis. Ruang untuk merawat semangat-soliditas-kapasitas dan energi yang memperkuat upaya dan sumber daya kekuatan kolektif komunitas petani untuk membangun gerakan akar rumput yang lebih kohesif.
Perbaikan infrastruktur dan fasilitas pusat pelatihan dilakukan agar memadai untuk pertemuan diskusi; pelatihan, laboratorium alam, sekaligus menjadi ruang untuk merawat solidaritas. Setelah perbaikan selesai, modul bahan ajar Pertanian Berkelanjutan dan Reforma Agraria dipersiapkan. Disusul dengan pelaksanaan TOT untuk 3 orang kader muda SPPQT agar dapat memfasilitasi kegiatan pelatihan yang akan dilakukan. Baru kemudian Pelatihan Pertanian Berkelanjutan dan Reforma Agraria dilaksanakan dengan melibatkan 3 basis kelompok petani anggota SPPQT yakni: Paguyuban Petani Bumi Madani Merbabu (PPBM) – Kabupaten Semarang; Paguyuban Petani Gunungsono Rahayu (PPGSR) Kedungombo – Grobogan, Sragen, dan Boyolali; Paguyuban Petani Serang Jaya – Boyolalali. Pelatihan yang juga melibatkan mahasiswa sebagai peserta ini, juga menggali praktik dan pengetahuan lokal yang berharga dari petani. Kemudian, tim dari SPPQT melakukan pendampingan lapangan ke beberapa titik lokasi peserta pelatihan untuk memperoleh masukan dan mengetahui kebutuhan paska pelatihan sesuai situasi dan kebutuhan petani. Pendampingan lapangan ini sekaligus menjadi ruang konsolidasi komunitas petani dengan mahasiswa dan aktivis.
Komunitas petani adalah poros, mereka terlibat langsung dalam proses pembangunan dan implementasi program. Mereka yang menentukan arah program agar mampu menjadi solusi atas kebutuhan dan tantangan, termasuk konflik agraria yang tengah mereka hadapi. Paguyuban Petani Bumi Madani Merbabu (PPBM) di Kabupaten Semarang semenjak tahun 2001 menghadapi Taman Nasional Merapi Merbabu (TNMM). Kemudian di Boyolali, Paguyuban Petani Serang Jaya terusir dari lahan semenjak Gestapu dan kini berhadapan dengan Perhutani. Begitu juga Paguyuban Petani Gunungsono Rahayu (PPGSR) Kedungombo di Grobogan, Sragen, dan Boyolali yang berhadapan dengan pemerintah, dampak dari pembangunan Waduk Kedungombo yang diresmikan semenjak tahun 1991. “ Setelah kegiatan Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah ini, kami akan mendorong kembali gerakan di tingkat akar rumput dengan melakukan penguatan kembali tata dan soliditas organisasi; mendorong rakyat untuk dapat berfikir kritis dan rasional dengan melanjutkan pengorganisiran; juga mendorong agar organisasi menjadi forum warga mencari solusi atas permasalahan nyata sehari-hari. Sehingga, dengan organisasi yang permanen dan tidak hanya terfokus penyelesaian konflik saja, diharapkan keadilan yang kami rindukan dapat diperoleh,“ ujar Paris Harjanto (tokoh kelompok petani Waduk Kedungombo – Komunitas Petani anggota SPPPQT) di sela-sela kegiatan pelatihan.
Fakta mencatat bahwa berpuluh tahun dibutuhkan untuk mencapai titik terang pada lokasi-lokasi konflik agrarian. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dalam Catatan Akhir Tahun 2023 menyebut, ada 2.939 letusan konflik yang mencakup 6,3 juta hektar lahan dan 1,759 juta keluarga korban selama kurun waktu 2015-2023. Dari 851 lokasi yang menjadi prioritas reforma agraria, capaian redistribusi tanah dan penyelesaian konflik baru mencapai 21 LPRA (lokasi prioritas reforma agraria) dengan total 5.400 hektar (ha) untuk 7.690 keluarga. Adapun 830 LPRA lainnya belum diretribusi dan masih larut dalam konflik berkepanjangan.
Dampak konflik Agraria yang berlarut besar potensi bermetamorfosis membawa dampak yang lebih kompleks. Tengok saja Waduk Kedung Ombo, 35 tahun berlalu sejak diresmikan dan dampak sosial ekonomi bagi keseharian warga yang menjadi korban masih tertoreh.
Seperti kata Paris Harjanto, “…bahwa kami tidak sendirian dalam berjuang,…”, mewakili bagaimana menguatnya semangat dan motivasi komunitas petani hari demi hari program berjalan. Bukan hanya pada tokoh-tokoh gerakan agraria Komunitas Paguyuban Petani Bumi Madani Merbabu (PPBM), Paguyuban Petani Serang Jaya Paguyuban dan Petani Gunungsono Rahayu (PPGSR) Kedungombo, tetapi juga kader-kader muda yang akan memegang tongkat estafet organisasi.
Masih banyak komunitas petani lainnya di Indonesia yang masih berjuang selama berpuluh menghadapi konflik agraria di tengah kepungan kebijakan struktural yang tidak berpihak pada mereka. Belum lagi kondisi infrastruktur dan aksesibilitas mempengaruhi daya saing petani, sementara perubahan iklim membawa tantangan baru terkait pola tanam dan hasil pertanian.
Penekanan pada tindakan kolektif yang terorganisir adalah strategi bertahan yang akan menjadi kunci kemenangan dalam perjuangan panjang mengatasi tantangan dan mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan dalam mencapai keadilan, kedaulatan, dan kesejahteraan.